JAKARTA, KOMPAS – Sumber-sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2018 belum menunjukkan tanda-tanda yang menjanjikan. Tanpa terobosan berarti, perekonomian nasional tahun ini hanya akan tumbuh tipis ketimbang tahun lalu. Apalagi sektor keuangan domestik tertekan akibat berlanjutnya kenaikan suku bunga di Amerika Serikat.
”CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2018 sekitar 5 persen. Jika tidak ada perbaikan kebijakan signifkkan pada tiga triwulan berikutnya, maka pertumbuhan ekonomi tahun ini sulit mencapai 5,2 persen,” kata Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal dalam diskusi di Jakarta, Selasa (24/04/2018).
Pemerintah dan DPR menargetkan pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 5,4 persen. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada keterangan pers pada awal pekan lalu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi triwulan I-2018 adalah 5,2 persen. Sementara untuk pertumbuhan ekonomi sepanjang 2018 adalah 5,22 persen sampai dengan 5,41 persen.
Komponen pertumbuhan ekonomi mencakup konsumsi rumah tangga, investasi, belanja pemerintah, serta eskpor dikurangi impor. Realisasinya sejauh ini, berdasarkan sejumlah indikator yang dipaparkan CORe Indonesia, belum cukup menjanjikan.
Konsumsi rumah tangga yang konsisten menyumbang 55-56 persen terhadap produk domestik bruto merupakan basis pertumbuhan ekonomi Indonesia. Sejauh ini, menurut Faisal, realisasinya masih meragukan.
Indikatornya antara lain adalah porsi pendapatan rumah tangga untuk tabungan selama triwulan I-2018 meningkat dibanding periode yang sama di tahun lalu. Pada saat yang sama, porsi pendapatan yang dibelanjakan turun.
Pertumbuhan penjualan ritel sebagai indikator lainnya, selama Januari-Februari, tumbuh negatif 0,38 persen. Pada periode yang sama di tahun lalu, penjualan ritel tumbuh 5,03 persen.
Surplus eskpor-impor triwulan I-2018, berdasarkan BPS, adalah 282 juta dollar Amerika Serikat atau hampir 1/15 kali surplus perdagangan di triwulan I-2017. Anjloknya surplus perdagangan ini disebabkan oleh pelebaran defisit migas dan menciutnya surplus nonmigas.
Adapun pertumbuhan belanja pemerintah di triwulan I-2018, Faisal melanjutkan, tumbuh 4,9 persen dibanding periode yang sama di 2017. Belanja sosial misalnya, meningkat tajam. Sementara belanja modal, justru sedikit turun.
Sementara investasi sebagai sumber pertumbuhan ekonomi terbesar kedua setelah konsumsi rumah tangga, Faisal menambahkan, masih memiliki harapan untuk mengungkit pertumbuhan. Investasi di manufaktur misalnya, potensial meningkat di tahun ini tetapi hanya tipis.
Namun demikian, pertumbuhan investasi sebagaimana diharapkan masih memiliki tantangan. Direktur Penelitian CORE Indonesia, Piter Abdullah, menyatakan, pertumbuhan kredit bank sebagai salah satu faktor pendorong investasi masih sulit tumbuh signifikan di tahun ini. Pertumbuhan kredit bank untuk investasi selama Januari-Februari masih lambat.
Ini disebabkan dua faktor, di dalam bank dan di luar bank. Faktor internal terkait dengan kredit macet di bank yang secara umum masih relatif tinggi serta pertumbuhan Dana Pihak Ketiga yang menurun. ”Jadi kesempatan bank menyalurkan kredit menjadi sulit. Sementara dari luar bank, yakni dari sisi permintaan, permintaan kredit masih terbatas karena situasi ekonomi,” kata Piter.
Dari sejumlah indikator di triwulan I-2018 tersebut, CORE Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi di triwulan I-2018 adalah sekitar 5 persen. Adapun pertumbuhan sepanjang 2018 adalah 5,1-5,2 persen.
Jika tidak ada perbaikan kebijakan signifkkan pada tiga triwulan berikutnya, maka pertumbuhan ekonomi tahun ini sulit mencapai 5,2 persen
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagaimana diberitakan sebelumnya, menyatakan, pemerintah berkomitmen terus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi. Caranya antara lain dengan menerbitkan sejumlah insentif pajak guna mendorong investasi dan peningkatan pelayanan ekspor-impor. Pemerintah juga terus menyederhanakan perijinan usaha.
Tahun ini, sejumlah even besar juga akan menjadi modal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Di triwulan II-2018, terdapat bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran. Pemerintah akan membayarkan tunjangan hari raya dan gaji ke-13 ke pegawi negeri sipil.
”Stabilitas harga pangan akan dijaga sehingga inflasi rendah dan akhirnya daya beli naik. Semuanya positif,” kata Sri Mulyani.
Di triwulan III-2018, Indonesia akan menggelar Asian Games. Di triwulan IV-2018, Indonesia akan menggelar Pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia.
”Jadi sepanjang tahun kita punya momentum untuk menopang optimisme itu. Tentu kita berharap tidak ada shock di luar dugaan. Dari domestik, semua momentum positif,”kata Sri Mulyani. (LAS)