Nilai tukar rupiah kembali terkena dampak pergerakan indeks dollar AS. Seperti sebagian mata uang lain, nilai tukar rupiah melemah karena penguatan mata uang dollar AS. Penguatan indeks dollar AS terjadi pekan lalu karena ekspektasi kenaikan inflasi menguat.
Berbeda dengan negara-negara berkembang yang masih bekerja keras menjaga ekonomi makro dari inflasi tinggi, inflasi di AS justru menjadi indikator positif. Selama bertahun-tahun, inflasi di AS rendah karena rendahnya permintaan. Hal itu dimulai dari krisis 2008 yang menyebabkan daya beli jatuh. Salah satu indikator perbaikan ekonomi AS adalah peningkatan inflasi yang mencerminkan kenaikan agregat permintaan. Pekan lalu, kenaikan ekspektasi inflasi itu langsung mendorong imbal hasil surat utang Pemerintah AS, US Treasury.
Apalagi, muncul keyakinan baru di pasar bahwa rencana Bank Sentral AS, The Fed, untuk menaikkan suku bunga acuannya sebanyak empat kali tahun ini akan terealisasi. Sebagian instrumen portofolio yang dianggap paling aman, kenaikan imbal hasil US Treasury sangat menarik bagi para investor. Modal yang disebar di sejumlah negara, mengikuti prospek ekonomi setempat, sebagian kembali lagi ke AS karena menguatnya prospek ekonomi AS itu. Tak terkecuali dengan sebagian modal yang ditaruh di Indonesia.
Portofolio dan aset berdenominasi rupiah di Indonesia itu dikonversi ke dollar AS sehingga tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat. Namun, jika mengacu pada nilai tukar efektif riil (REER), nilai tukar rupiah sebetulnya bisa jauh lebih kuat. Hal ini mengindikasikan bahwa saat ini nilai tukar rupiah lebih lemah dari nilai fundamennya (undervalue). Data REER yang diterbitkan oleh Bank for International Settlement menunjukkan, REER rupiah pada akhir Maret 2018 tercatat sebesar 87,89 persen, lebih rendah dari Februari sebesar 88,82 dan Januari sebesar 91,31.
Pada akhir Maret lalu, nilai tukar rupiah menurut Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) tercatat sebesar Rp 13.756. Jika dihitung berdasarkan REER, nilai tukar rupiah seharusnya ada pada kisaran Rp 12.090 per dollar AS. REER merupakan formula menghitung nilai tukar mata uang berdasarkan fundamen ekonomi negara bersangkutan, juga memperhitungkan inflasi dan indikator makro lain. REER di bawah 100 berarti nilai tukar undervalue, demikian juga sebaliknya.
Sebenarnya, tidak kali ini saja nilai tukar rupiah dalam kondisi undervalue. Sejak beberapa tahun lalu, kondisinya sudah demikian karena nilai tukar tidak melulu dipengaruhi oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Namun, ada juga faktor ekspektasi dan sentimen dari dalam dan luar negeri. Apalagi, ada banyak investor yang menjadikan mata uang dollar AS sebagai sarana investasi karena melihat prospeknya yang terus menguat.
Bank Indonesia bekerja keras menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dengan melakukan intervensi di pasar. Dalam setiap kesempatan, BI juga meminta masyarakat tidak panik terhadap pelemahan nilai tukar rupiah karena fluktuasi dan dampaknya masih terkendali. Kepanikan memang tidak akan membantu meredakan, bahkan berpotensi menambah gejolak nilai tukar. Yang diperlukan adalah sikap waspada dan terus memitigasi risiko pelemahan nilai tukar.
Dalam jangka pendek, pelemahan nilai tukar akan berdampak pada meningkatnya nilai cicilan dan bunga utang luar negeri, baik pemerintah maupun swasta. Namun, risiko ini bisa dimitigasi dengan lindung nilai utang dalam bentuk valuta asing. Mitigasi risiko juga perlu dilakukan sambil tetap menjaga fundamen ekonomi. Tahun ini, inflasi diperkirakan tetap akan rendah di rentang target BI 3-5 persen, sementara defisit transaksi berjalan kemungkinan bisa terealisasi di bawah 2 persen dari produk domestik bruto. (A HANDOKO)