JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah meminta masyarakat untuk tetap tenang dalam menyikapi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Situasi ini harus dimanfaatkan pelaku usaha untuk meningkatkan kinerja ekspor dalam negeri.
Usai menghadiri rapat paripurna di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (26/4/2018), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, pertumbuhan ekonomi dunia akan terus tumbuh. Diperkirakan pada 2019, pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,9 persen.
”Dalam situasi ini, ekspor kita harus terpacu untuk lebih baik lagi karena kesempatannya adalah hari ini saat global growth tumbuh positif,” ujarnya.
Dalam memanfaatkan pertumbuhan global, kata Sri Mulyani, pelaku usaha dalam negeri perlu meningkatkan level kompetitif dari produk ekspor. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi dunia akan berdampak pada meningkatnya permintaan barang-barang ekspor asal Indonesia.
Menurut dia, permintaan produk-produk komoditas, seperti kelapa sawit dan manufaktur, akan meningkat dari negara-negara yang memiliki pertumbuhan relatif tinggi. ”Untuk menangkap peluang ini, competitiveness dari ekspor kita, terutama manufaktur, harus dipacu,” ujar Sri Mulyani.
Dia mencontohkan situasi perekonomian domestik India yang memperdalam depresiasi mata uang untuk memacu kinerja ekspor. Hasilnya, pertumbuhan ekspor India pada triwulan I-2018 meningkat.
Namun, Sri Mulyani tidak menyatakan Indonesia juga perlu memperdalam depresiasi nilai tukar rupiah untuk meningkatkan kinerja ekspor. ”Kuncinya adalah ketenangan dari masyarakat karena India bisa memanfaatkannya dengan tenang dan cukup cerdas,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, analis Binaartha Parama Sekuritas, Reza Priyambada, mengatakan, indikasi kepanikan mulai terlihat, dari arus dana keluar di pasar modal. Secara psikologis, investor khawatir pelemahan nilai tukar membuat kinerja emiten terdampak.
”Kalau kondisi ini terus dibiarkan tanpa ada intervensi dari BI, nilai tukar berpotensi tembus ke level Rp 14.075-Rp 14.100 meskipun sentimen indikator perekonomian di dalam negeri terkendali,” ujarnya.
Reza menuturkan, pelaku pasar cenderung memperkirakan pelemahan rupiah akan terus berlanjut hingga pertemuan rutin bulanan Bank Sentral AS yang akan memberikan kepastian kenaikan suku bunga pada Mei nanti.
Pemerintah dan BI diharapkan bisa menempuh langkah strategis. Selain meningkatkan kinerja ekspor, kata Reza, pemerintah perlu mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan BI 7 Days Repo Rate yang saat ini masih dipertahankan di level 4,25 persen.
”Kebijakan ini perlu dipertimbangkan untuk kembali melebarkan selisih dengan suku bunga The Fed yang sekarang berkisar 1,5-1,75 persen,” katanya.