NUSA DUA, KOMPAS - Minyak kelapa sawit dinilai menjadi komoditas yang paling produktif dan efisien dibandingkan minyak nabati dari tanaman lain. Oleh karena produktif dan efisien, minyak kelapa sawit diperkirakan bakal mampu memenuhi peningkatan kebutuhan dunia, seiring pertambahan jumlah penduduk di masa mendatang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan hal itu pada acara Konferensi Internasional tentang Kelapa Sawit dan Lingkungan atau International Conference on Palm Oil and the Enviroment (ICOPE) 2018 di Nusa Dua, Bali, Rabu (25/4/2018).
"Minyak kelapa sawit paling produktif dan efisien karena setiap hektar tanaman sawit lebih produktif dan efisien dibandingkan minyak nabati lain," kata Darmin. Penilaian yang mengkambinghitamkan kelapa sawit selama ini dinilai, tidak benar.
Dengan produktivitas dan efisiensi tanaman sawit, lanjut Darmin, produk minyak kelapa sawit dan turunannya dapat memenuhi kebutuhan dunia. Apalagi, populasi di dunia bisa mencapai 10 miliar orang pada 2050 yang membutuhkan pangan.
Darmin mengatakan, pemerintah mendorong peningkatan produktivitas perkebunan dan industri sawit yang berkelanjutan. Untuk itu, pemerintah merencanakan mengeluarkan Peraturan Presiden terkait dengan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO). " Sekarang, masih dibahas," katanya.
Chairman dan CEO Sinar Mas Agribusiness and Food Franky Oesman Widjaja mengatakan, pada 2050 diperkirakan dibutuhkan produksi tambahan minyak nabati sebanyak 200 juta ton untuk konsumsi penduduk dunia yang diperkirakan mencapai 9,6 miliar jiwa.
Untuk itu, lanjut Franky, dibutuhkan 445 juta hektar tanaman untuk memproduksi minyak kedelai dan 290 juta hektar tanaman untuk memproduksi minyak rapeseed. Angka kebutuhan lahan itu untuk kedua jenis tanaman itu jauh lebih tinggi dari kebutuhan lahan untuk tanaman sawit.
Untuk tanaman sawit, menurut Franky, hanya diperlukan lahan sekitar 40 juta hektar. Hal itu berarti ada penghematan penggunaan lahan ratusan juta hektar yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan lain.
Oleh karena itu, menurut Franky, pelaku usaha industri sawit berupaya meningkatkan produktivitas, termasuk tanaman sawit dari petani plasma. Upaya peningkatan produktivitas itu misalnya penanaman kembali tanaman sawit (replanting).
Franky menambahkan, program penanaman kembali kelapa sawit ditargetkan bisa mencapai 2 juta hektar. Dengan program itu, diharapkan sebanyak 1 juta petani sawit dapat diberdayakan, produktivitas dapat ditingkatkan sebanyak 6 juta ton per tahun dengan potensi pendapatan 3,6 miliar dollar AS. Selain itu, penghematan lahan dari pembukaan lahan baru seluas 1 juta hektar hutan.
Director Cirad, lembaga penelitian berbasis di Perancis, Daniel Bartheley mengatakan, Cirad merupakan lembaga penelitian di bidang pertanian untuk pembangunan. Cirad banyak bekerja sama dengan negara berkembang untuk mengembangkan penelitian di sektor pertanian, seperti terkait dengan isu pertanian yang keberlanjutan.
CEO WWF Indonesia Aditya Bayunanda mengatakan, kelapa sawit merupakan komoditas penting di Indonesia. Inovasi dan penggunaan teknologi sangat penting untuk mengembangkan perkebunan dan industri sawit.
Terkait kampanye negatif di Eropa, menurut Aditya, semua pemangku kepentingan di industri sawit termasuk pemerintah perlu terus melakukan kampanye positif mengenai industri sawit yang didasarkan pada penelitian dan riset. Dengan demikian, informasi yang positif dapat tersampaikan.
Selama ini, lanjut Aditya, dengan ISPO, pemerintah berupaya mengelola perkebunan dan industri sawit dengan lebih baik. Meskipun masih ada hal yang kurang dan negatif, banyak juya upaya positif yang dilakukan pemerintah dan pelaku usaha perkebunan dan industri sawit.