JAKARTA, KOMPAS — Jumlah nomor telepon seluler prabayar yang beredar di pasar tidak semuanya aktif digunakan konsumen. Sebagian masyarakat lebih suka berganti-ganti nomor prabayar dengan alasan harganya lebih murah dibandingkan dengan mengisi ulang pulsa.
Wakil Presiden Direktur Hutchison Tri Indonesia Danny Buldansyah, dalam pertemuan terbatas dengan media, Kamis (26/4/2018), menyebutkan, sampai dengan akhir 2017, jumlah pelanggan sekitar 63 juta. Jumlah ini dilihat dari nomor yang terpakai. Sekitar 70 persen di antaranya tergolong aktif.
Danny menjelaskan, indikator keaktifan berbeda untuk setiap operator. Di Hutchison Tri Indonesia, nomor dikatakan aktif jika digunakan mengakses layanan seluler harian, 30 hari, hingga 90 hari.
Setiap operator telekomunikasi juga memiliki catatan rasio perpindahan atau keluar masuk pelanggan. Di Hutchison Tri Indonesia, rasio itu berkisar 10-15 persen. Rasio itu dihitung dari penjualan kartu perdana nomor prabayar disertai penawaran promo layanan seluler. Dengan demikian, penjualan kartu perdana merupakan ajang akuisisi calon pelanggan, baik dari pelanggan operator lain maupun pelanggan yang baru mulai menggunakan produk seluler.
”Kami tidak bisa memperkirakan perubahan perilaku pelanggan setelah pelaksanaan kebijakan registrasi ulang dengan validasi data tunggal kependudukan. Proses rekonsiliasi beserta pembersihan dan pemblokiran masih berlangsung sampai dengan akhir April 2018. Pemerintah sudah menegaskan, setelah 1 Mei, siapa pun yang membeli kartu perdana harus registrasi dengan data kependudukan,” ujarnya.
Danny berpendapat, konsumen yang berganti-ganti nomor prabayar atau membeli kemudian membuang kartu perdana seluler akan selalu ada. Alasannya, harga beli kartu perdana lebih murah, apalagi disertai berbagai promosi.
Pada periode registrasi kartu telepon seluler prabayar, Oktober 2017-Februari 2018, Hutchison Tri Indonesia memblokir layanan telepon dan pesan singkat (SMS) keluar terhadap 25,8 juta nomor. Sementara nomor yang diblokir layanan telepon dan SMS masuk sebanyak 12,5 juta nomor. Layanan itu diblokir karena pemilik nomor belum memenuhi kewajiban mendaftar ulang.
Dipadankan
Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Ditjen Pengendalian Pos dan Informatika, bersama operator telekomunikasi terus memadankan data sejak Oktober 2017. Data yang dipadankan adalah data pelanggan yang teregistrasi di sistem operator telepon seluler dengan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Pada 11 Oktober 2017-15 April 2018, jumlah nomor prabayar yang berhasil teregistrasi di sistem Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil sebanyak 391.928.915 nomor. Adapun jumlah nomor prabayar yang berhasil terdaftar di sistem operator mencapai 341.597.591 nomor.
Setelah dipadankan menjadi 328.332.548 nomor. Nomor-nomor tersebut berasal dari Telkomsel, Indosat Ooredoo, Hutchison Tri Indonesia, Smartfren, dan Sampoerna Telekomunikasi Indonesia.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan, proses rekonsiliasi serta pembersihan dan pemblokiran nomor prabayar masih berlangsung hingga akhir April 2018.