Dalam sepekan ini, indeks di pasar saham melemah cukup dalam. Demikian pula dengan kurs rupiah yang sempat melewati Rp 14.000 per 1 dollar AS.
Harga saham-saham unggulan sempat terpuruk. Saham Bank Central Asia, misalnya, dalam waktu satu pekan hingga Jumat (27/4/2018) sudah melorot sekitar 7 persen.
Senasib, saham Bank BRI terjun 14 persen. Saham konsumer Unilever juga turun 10 persen dalam satu pekan terakhir.
Bertransaksi dengan sangat berhati-hati membuat investor ritel dapat membatasi kerugiannya pada saat pasar tidak menentu seperti pekan ini.
Indeks melorot hingga mencapai posisi terendah sejak Oktober lalu. Investor asing menarik dananya semakin deras, hampir mencapai 1 persen dari total kapitalisasi pasar. Dari awal tahun, indeks turun sekitar 7 persen.
Seolah berjalan seiringan, kurs rupiah pun melorot. Dalam tiga bulan terakhir, rupiah sudah turun 4,4 persen terhadap dollar AS. Kinerjanya merupakan yang terburuk di kawasan Asia setelah pelemahan rupee India.
Menyikapi pelemahan kurs rupiah ini, Bank Indonesia memberikan sinyal, jika diperlukan, akan menaikkan tingkat suku bunga seandainya depresiasi rupiah sudah mengganggu stabilitas.
Bersabar
Ketika portofolio saham merah merona, ada beberapa hal yang dapat dilakukan investor. Terkadang, ketika pasar saham sedang tidak bersahabat dan tidak menentu seperti sekarang ini, lebih baik melihat situasi terlebih dahulu. Apakah tren indeks dan harga saham akan turun atau berbalik naik.
Penurunan harga saham sering kali membuat investor ritel tergoda untuk langsung membelinya, seperti membeli baju diskon di mal. Padahal, membeli saham pada saat terjadi penurunan pun harus dilakukan dengan saksama.
Tidak ada yang dapat menjamin harga saham itu akan tetap atau akan berbalik cepat pada sesi perdagangan berikutnya. Bisa jadi, setelah harga saham menurun, pada perdagangan selanjutnya akan menurun lagi.
Salah satu parameter yang dapat digunakan untuk memeriksa apakah harga saham itu akan turun terus atau akan berbalik naik adalah memeriksa pergerakan harga saham dalam 200 hari terakhir.
Jika memang secara teknis harga saham itu sudah kembali ke atas garis harga rata-rata harian selama 200 hari, terbuka kemungkinan harganya akan berbalik naik. Sebaliknya, setelah turun tajam dan masih berada di bawah harga rata-rata harian dalam 200 hari, peluangnya untuk turun masih besar.
Walaupun indeks atau harga saham terlihat sudah berbalik karena terjadi penguatan teknis, belum tentu akan kuat untuk menopang kenaikan solid dalam jangka panjang. Kesempatan kenaikan indeks atau harga saham karena penguatan teknis pada saat pasar sedang jatuh dapat dimanfaatkan untuk melepaskan saham-saham yang berpotensi akan menurun lebih dalam lagi.
Bertransaksi dengan sangat berhati-hati membuat investor ritel dapat membatasi kerugiannya pada saat pasar tidak menentu seperti pekan ini. Lebih baik menanti konfirmasi ada pembalikan baru membeli ketimbang tergiur harga saham yang melemah tetapi akhirnya melemah lagi dan membuat rugi.
Sabar, jangan terburu-buru. Lebih baik terlambat sedikit untuk masuk ke pasar lagi ketimbang buru-buru membeli saham, tetapi ternyata harganya melorot lagi.