TANGERANG, KOMPAS - Indonesia sangat membutuhkan inovasi besar di sektor logistik karena hingga kini biaya logistik masih sangat tinghi, dan rantai pasok masih belum efisien. Pecanangan Industri 4.0 oleh pemerintah beberapa waktu lalu diharapkan bisa menjadi titik tolak perbaikan logistik dan rantai pasok melalui inovasi digital.
"Ada banyak persoalan yang harus diselesaikan. Misalnya saja Kementerian Pertanian selalu bilang kalau produksi beras cukup dan panen melimpah. Tetapi nyatanya kita masih mengimpor beras. Ini artinya perlu data digital yang transparan," kata Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder lndonesia (ALFI) Yuki Nugrahawan Hanafi saat pembukaan pameran industri rantai pasok CeMAT Southeast Asia di ICE BSD, Tangerang, Rabu (2/5/2018).
Selain untuk mengetahui data yang sebenarnya, Yukki juga mencontohkan, 40 persen produk yang mudah rusak, mengalami kerusakan dalam proses rantai pasok. Dengan adanya kerusakan ini maka harga produk akan menjadi mahal karena harus dimasukkan dalam biaya produksi.
Yukki mengakui, pemerintah sebenarnya sudah menaruh perhatian terhadap penurunan biaya logistik dan efisiensi rantai pasok. Namun kenyataannya di lapangan masih sangat sulit. "Pemerintah sudah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi. Lima diantara kebijakan itu menyangkut logistik. Cukup banyak jumlahnya. Tetapi di lapangan, hal ini belum terasa. Contohnya saja smart airport. Kementerian Perhubungan sudah membuat Inaportnet yang berkaitan dengan jadwal kapal di seluruh pelabuhan utama. Pelabuhan juga sudah membuat platform digital. Tetapi semuanya belum terintegrasi, terutama juga dengan institusi yang lain," ujar dia.
Untuk logistik saja, sedikitnya ada empat kementerian yang terkait yakni Kementerian Perhubungan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan. Koordinasi di antara keempat kementerian ini, kata Yukki, seringkali masih sulit dilakukan.
Sementara itu Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo) Gemilang Tarigan mengatakan, di bidang pengangkutan, khususnya truk, kebutuhan moderniasi alat angkut sangat mendesak. "Di tengah pasar tunggal ASEAN, kebutuhan akan truk yang modern dan ramah lingkungan sangat mendesak. Denga adanya MEA, maka truk-truk asing akan membanjir masuk ke Indonesia, dan truk-truk Indonesia juga harus bisa masuk ke luar negeri," kata Tarigan.
Menurutnya, apabila truk Indonesia tidak modern dan ramah lingkungan, maka tidak akan bisa masuk ke negara lain. "Contohnya truk Thailand yang modern bisa masuk ke Laos. Tetapi truk Laos tidak boleh masuk ke Thailand karena tidak ramah lingkungan. Akibatnya barang dari Laos ketika sampai di perbatasan harus dipindah ke truk Thailand. Hal ini tentu saja menimbulkan biaya tambahan yang lebih besar lagi," kata Tarigan.
Sementara Direktur Utama PT. Debindomulti Adhiswasti Dwi Karsonno mengatakan penyelenggaraan pameran ini bertepatan dengan momentum implementasi Paket Kebijakan Ekonomi XV yang memberikan peta jalan dan regulasi di sektor logistik, termasuk di dalamnya transportasi logistik sebagai perbaikan sistem logistik nasional untuk mempercepat pengembangan usaha dan daya saing penyedia jasa logistik nasional. "Kami berharap dari pameran dan konferensi yang dilakukan bisa menghasilkan masukan bagi pemerintah untuk logistik yang lebih baik," kata Adhiswati.