Inflasi Dongkrak IHSG
JAKARTA, KOMPAS — Inflasi April 2018 sebesar 0,1 persen. Dengan demikian, inflasi Januari-April 1,09 persen, sedangkan inflasi April 2018 secara tahunan sebesar 3,41 persen.
Tahun ini, Bank Indonesia menargetkan inflasi 2,5-4,5 persen. Adapun pemerintah menargetkan inflasi 3,5 persen.
Namun, data inflasi bulanan yang dirilis Badan Pusat Statistik di Jakarta, Rabu (2/5/2018), tersebut belum mampu berdampak positif terhadap nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat. Berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) kemarin, nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.936 per dollar AS.
Posisi ini merupakan yang terlemah sejak awal 2018. Sebelumnya, posisi terlemah tahun ini terjadi pada 26 April, yakni Rp 13.930 per dollar AS.
Data di laman BI menunjukkan, nilai tukar rupiah pernah mencapai Rp 13.946 per dollar AS pada 7 Januari 2016.
Kondisi inflasi ini berdampak positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai posisi 6.012,24 atau menguat 0,29 persen kemarin. Kapitalisasi pasar Rp 6.681 triliun atau meningkat dari sebelumnya sebesar Rp 6.661 triliun.
Sejak awal tahun, IHSG melemah 5,4 persen. Di antara negara-negara anggota ASEAN, bursa saham Filipina melemah paling dalam, yakni 9,1 persen. Adapun bursa saham Singapura menguat 6,24 persen, lebih tinggi dari penguatan bursa saham Vietnam yang sebesar 4,56 persen.
Muhammad Nafan Aji, analis Binaartha Parama Sekuritas, mengatakan, pelaku pasar selalu mencermati rilis data inflasi bulanan dan inflasi tahunan. Angka inflasi yang tetap stabil merupakan berita positif bagi para investor karena menggambarkan pemulihan kondisi daya beli di dalam negeri.
”Masih adanya sejumlah berita positif dari emiten, terutama dari perkiraan membaiknya kinerja triwukan I-2018, turut membantu IHSG berbalik positif,” ujar Nafan.
Inflasi dua tahun terakhir yang relatif rendah, yakni 3,02 persen pada 2016 dan 3,61 persen pada 2017, menunjukkan indikator ekonomi makro Indonesia positif. Indonesia juga mendapat pengakuan layak investasi dari sejumlah lembaga pemeringkat internasional.
Kenaikan harga komoditas ikut mendongkrak kinerja ekspor dan perekonomian di wilayah-wilayah penghasil komoditas serta mendongkrak kinerja banyak emiten. ”Sentimen positif juga datang dari luar negeri. Kenaikan harga minyak mentah dunia ikut mendorong kinerja emiten,” kata Nafan.
Hal serupa disampaikan analis Indosurya Sekuritas, William Surya Wijaya. Dia berpendapat, IHSG berpotensi terus menguat, apalagi bulan ini masih ada emiten yang akan merilis data kinerja positif triwulan-I 2018. Menurut dia, IHSG bereaksi positif terhadap laporan inflasi, bahkan masih berpeluang menguat karena data perekonomian menunjukkan fundamen yang stabil.
”Karakteristik investor di pasar saham Indonesia cenderung wait and see. Peningkatan IHSG berlangsung perlahan karena investor masih menunggu hasil rapat Bank Sentral AS (The Fed) meski saya yakin belum ada perubahan suku bunga The Fed dalam waktu dekat,” kata William.
Sandang
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti dalam konferensi pers menyebutkan, tingkat inflasi tertinggi pada bulan April berasal dari kelompok sandang. Kelompok ini memberikan andil terhadap total inflasi April 0,02 persen. Emas dan perhiasan menjadi barang yang berkontribusi besar dalam inflasi kelompok sandang.
Yunita menambahkan, kategori transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan memberikan andil terhadap inflasi April sebesar 0,03 persen. Angka inflasi ini disumbang oleh kenaikan harga bahan bakar minyak, terutama pertalite, mulai 24 Maret 2018.
Pada April 2018, kelompok bahan makanan mengalami deflasi 0,26 persen. Kelompok ini memberikan andil minus 0,05 persen terhadap inflasi April 2018. Menurut Yunita, turunnya harga beras memberikan pengaruh terhadap deflasi kelompok bahan makanan. Selain beras, pengaruh lainnya berasal dari turunnya harga ikan segar dan cabai merah.
”Ada pula jenis bahan makanan mengalami kenaikan harga, seperti bawang merah dan daging ayam ras,” katanya.
Deputi Bidang Statistik Produksi BPS M Habibullah menyebutkan, inflasi harga grosir sebesar 0,12 persen pada April 2018. Kelompok yang mengalami kenaikan harga tertinggi adalah pertambangan dan penggalian, yakni 2,09 persen. Faktor penyebabnya adalah kenaikan harga batubara.
Menurut data BPS, inflasi April dipengaruhi kenaikan harga kelompok pengeluaran makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, dan sandang. Kelompok kesehatan, pendidikan, rekreasi, dan olahraga, serta kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan turut memengaruhi.
Pada April 2018, tingkat inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok, dan tembakau sebesar 0,24 persen. Tingkat inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar tercatat 0,16 persen, sementara kelompok sandang 0,29 persen.
Menanggapi inflasi April 2018, BI meyakini inflasi tahun ini tetap berada di kisaran sasaran, yakni 2,5-4,5 persen.
Direktur Departemen Komunikasi BI Arbonas Hutabarat dalam siaran persnya menyebutkan, koordinasi kebijakan pemerintah dan BI dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat. ”Terutama mengantisipasi peningkatan inflasi harga pangan yang bergejolak,” kata Arbonas.