Infrastruktur Dukung Industri Sepatu yang Relokasi
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur jalan tol di Jawa mendukung pengembangan industri sepatu sehingga lebih tersebar. Hal ini terjadi seiring pergerakan relokasi industri yang bercorak padat karya tersebut menuju daerah dengan tingkat upah minimum lebih rendah dibandingkan wilayah sekitar Jakarta.
”Selama ini industri sepatu kuat di Banten, seperti di Tangerang. Tetapi, tiga tahun terakhir ada relokasi ke arah timur,” kata Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Menurut Eddy, terbangunnya infrastruktur mendukung pelaku usaha menciptakan kota-kota satelit yang dimulai dari pengembangan industri. Hal sama dulu juga terjadi di Tangerang.
Kepastian formulasi pengupahan, menurut Eddy, juga membangkitkan optimisme investor dalam membangun pabrik di Jawa Tengah. Selisih upah minimum yang bisa lebih murah 50 persen berpotensi memberikan pendapatan sekitar Rp 1 miliar untuk sebuah perusahaan dengan 1.000 karyawan. ”Investor sudah melihat itu,” katanya.
Menurut Eddy, kota-kota satelit yang akan berkembang seiring beroperasinya pabrik-pabrik sepatu antara lain Jepara di Jawa Tengah dengan keberadaan dua pabrik.
”Selain itu, juga kota di Jawa Timur, seperti Nganjuk, dengan 7 pabrik yang sudah pindah ke sana, Kertosono 2 pabrik, Ngawi 2 pabrik, Probolinggo 5 pabrik, Tuban 1 pabrik, dan Lasem 1 pabrik,” kata Eddy.
Ketua Pengembangan Sport Shoes dan Hubungan Luar Negeri Aprisindo Budiarto Tjandra mengatakan, industri sepatu mempekerjakan 750.000 orang lebih. Industri padat karya seperti ini penting bagi Indonesia yang membutuhkan banyak penyerapan tenaga kerja.
Budiarto mengatakan, industri sepatu di negara kompetitor, seperti Vietnam, berkembang lebih cepat. ”Ekspor sepatu Vietnam tahun 2010 belum sampai 4 miliar euro, tetapi sekarang hampir 17 miliar euro,” kata Budiarto.
Sementara itu, kenaikan ekspor sepatu Indonesia tumbuh secara lebih perlahan dengan pencapaian sekitar 4 miliar hingga 4,5 miliar euro dalam tiga tahun terakhir. Kinerja industri sepatu Vietnam dinilai tidak lepas dari lebih majunya perjanjian perdagangan mereka dengan Uni Eropa.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, industri kulit, barang jadi kulit, dan alas kaki memiliki kekuatan daya saing yang tecermin dari peningkatan ekspor dibandingkan rata-rata dunia.
Merujuk data Trade Map, ekspor kulit, barang jadi kulit, dan alas kaki tahun 2017 sebesar 5,36 miliar dollar AS atau tumbuh 6,53 persen dibandingkan tahun 2016 yang 5,01 miliar dollar AS. Sementara itu, pertumbuhan nilai ekspor dunia hanya 0,19 persen.
Gati menyatakan, pemerintah berupaya meningkatkan keterampilan pekerja melalui program vokasi industri melalui kerja sama dengan industri alas kaki.