JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur yang luar biasa masif dan kebijakan pemerintah yang sangat mendukung penurunan biaya logistik akan mendorong industri logistik tumbuh 7-12 persen. Riset yang dilakukan Frost & Sullivan mengatakan, pertumbuhan rata-rata akan mencapai 7 persen hingga tahun 2022.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia Zaldy Masita lebih optimistis pertumbuhan logistik akan mencapai 10-12 persen. Global Vice President of Transportation & Logistic Practise Frost & Sullivan Gopal R mengatakan, pertumbuhan akan dipengaruhi pilihan konsumen yang terus berubah, tingginya perubahan pada kebutuhan, dan umur produk yang lebih pendek.
”Ketiganya akan menuntut layanan logistik yang lebih efisien,” kata Gopal dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (3/5/2018).
Dengan layanan yang lebih efisien, didukung oleh kebijakan pemerintah, sudah saatnya pelaku bisnis logistik tidak lagi bermain di ranah lokal, tetapi harus berani masuk ke regional.
”Negara lain juga meningkatkan logistik agar produknya lebih kompetitif. Namun, dengan adanya kesempatan yang dimiliki Indonesia, seperti pasarnya yang besar, investasi yang terus masuk, digitalisasi di segala bidang, maka Indonesia mempunyai kesempatan untuk masuk ke regional,” tutur Gopal.
Selain itu, lanjutnya, sudah banyak negara produsen mencari tempat produksi baru yang lebih murah. ”Selama ini, produsen memindahkan pabriknya ke China. Tetapi, sekarang biaya di China sangat mahal. Indonesia bisa merebut kesempatan itu untuk menjadi tempat produksi bagi produk-produk dunia,” ujar Gopal.
Sementara Zaldy menyebutkan, sejak pemerintah membangun infrastruktur yang cukup masif, pelaku logistik mendapat opsi untuk melakukan kegiatan yang lebih efisien. Contohnya, jika semula hanya bergantung pada pelabuhan, sebuah daerah yang terisolasi kini memiliki alternatif untuk menggunakan bandara.
”Keberadaan bandara ini belum tentu memotong biaya logistik di daerah itu. Tetapi, setidaknya daerah mempunyai alternatif atau pilihan,” kata Zaldy.
Untuk melihat apakah keberadaan infrastruktur itu mampu mendorong penurunan biaya logistik, harus dilihat 2-3 tahun lagi setelah ekosistem dari bisnis yang terkait bisa tumbuh.
”Akan lebih terasa efisiennya apabila operator bandara atau pelabuhan juga diberikan kepada swasta agar pelaku bisnis bisa memilih mau menggunakan operator yang mana. Para operator pun akan berkompetisi dalam meningkatkan pelayanan,” ujar Zaldy.
Ia menyoroti keberadaan Pusat Logistik Berikat (PLB) yang sangat efektif dalam mendorong Indonesia menjadi pemain logistik regional. PLB tidak hanya membuat produsen lokal mendapatkan efisiensi dalam proses inventori, juga akan membuat semua produsen ASEAN akan datang ke Indonesia untuk mendapatkan bahan baku.
”Hal inilah yang membuat saya optimistis pertumbuhan logistik bisa tumbuh 10-12 persen,” ujar Zaldy.