JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah masih harus mengevaluasi lebih detail di tingkat teknis untuk mengetahui pengaruh subsidi bahan bakar minyak terhadap daya beli masyarakat. Pemerintah juga akan mengevaluasi kondisi keuangan BUMN yang ditugasi pemerintah untuk mendistribusikan BBM dan kondisi APBN.
Dengan demikian, momentum perekonomian nasional tetap terjaga dengan tetap menjaga keberlanjutan serta melindungi kelompok miskin dan rentan.
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati melalui pesan singkat dari Manila, Filipina, Kamis (3/5/2018). Sri Mulyani menyebutkan, rapat koordinasi di Kementerian Kordinator Perekonomian pada Rabu (2/5) mendiskusikan rencana perubahan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan dan pendistribusian BBM.
Perubahan yang diusulkan dalam rapat itu antara lain Menteri ESDM dapat menetapkan distribusi bensin RON minimum 88 di wilayah non-penugasan berdasarkan koordinasi di Kemenko Perekonomian. Wilayah non-penugasan mencakup Jawa, Madura, dan Bali.
Usulan lain, Menteri ESDM menetapkan harga jual eceran BBM jenis tertentu (solar dan minyak tanah) dan BBM khusus penugasan (premium). Hal ini berdasarkan koordinasi di Kemenko Perekonomian jika terdapat perubahan harga.
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani di Jakarta, kemarin, menyatakan, rapat koordinasi lintas kementerian tentang kebijakan subsidi BBM 2018 masih perlu dibahas lebih lanjut di tingkat teknis.
Disambut baik
PT Pertamina (Persero) menyambut baik rencana pemerintah menambah subsidi BBM, khususnya jenis solar. Penambahan subsidi dapat mengurangi beban defisit yang ditanggung Pertamina dari penjualan solar bersubsidi.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, terkait keputusan subsidi BBM, Pertamina akan patuh terhadap kebijakan pemerintah.
Tahun ini, Pertamina mendapat kuota penjualan solar bersubsidi 14,37 juta kiloliter.
”Terus terang jika (penambahan subsidi BBM) itu terealisasi, beban keuangan Pertamina menjadi lebih ringan karena masih ada defisit dari penjualan solar bersubsidi,” kata Adiatma, kemarin, di Jakarta.
Dalam berbagai kesempatan, Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman mengatakan, dengan mempertimbangkan harga minyak dunia saat ini, harga jual ideal untuk premium Rp 7.150 per liter, sedangkan solar bersubsidi Rp 6.500 per liter. Saat ini, pemerintah menetapkan harga jual premium Rp 6.450 per liter dan solar bersubsidi Rp 5.150 per liter.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar, Eni Maulani Saragih, mengatakan, secara prinsip dapat memaklumi rencana pemerintah menambah subsidi BBM. Sebab, harga minyak dunia saat ini lebih tinggi dari asumsi APBN 2018 sebesar 48 dollar AS per barrel. Apabila harga jual BBM dinaikkan tanpa disertai pemberian subsidi, dikhawatirkan akan memperberat daya beli masyarakat.
”Namun, harus melalui proses persetujuan DPR,” kata Eni.
Berdasarkan data di laman Bloomberg pada Kamis (3/5) sore, harga minyak mentah jenis WTI 68,02 dollar AS per barrel, sementara minyak jenis Brent 73,12 dollar AS per barrel.