JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha industri hulu minyak dan gas bumi membutuhkan kepastian hukum dalam berbisnis. Aturan yang mudah berubah akan membingungkan pengambilan keputusan berinvestasi. Keselarasan keputusan di tingkat pusat dan daerah juga diperlukan.
Menurut Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Ronald Gunawan, industri hulu minyak dan gas bumi adalah bisnis yang diliputi ketidakpastian. Ketidakpastian yang ia maksud adalah pengeboran sumur migas yang belum tentu memberikan hasil menguntungkan. Selain itu, industri hulu migas adalah industri padat modal dan bersifat jangka panjang.
”Oleh karena itu, kepastian hukum menjadi sangat penting di industri hulu migas. Sebab, selain industri ini sifatnya padat modal dan jangka panjang, hulu migas juga diliputi ketidakpastian keberhasilan pengeboran sumur,” kata Ronald dalam salah satu sesi diskusi di ajang Konvensi dan Pameran IPA ke-42, Kamis (3/5/2018), di Jakarta.
Ronald menambahkan, pengusaha juga dihadapkan pada belum padunya pelaksanaan aturan di tingkat pemerintah pusat dan daerah. Kendati pemerintah pusat sudah menyederhanakan peraturan, hal itu belum tentu terjadi serupa di daerah. Ia mencotohkan soal pembebasan lahan yang masih berbelit-belit.
”Beberapa kontrak wilayah kerja migas tertunda untuk pekerjaan pengeboran sumur. Sebab, perusahaan tidak bisa mendapat akses ke lokasi pengeboran lantaran pembebasan lahan masih terkendala,” ujar Ronald.
Soal undang-undang di sektor migas, menurut Wakil Ketua Komisi I DPR dari Partai Golkar Satya Widya Yudha, revisi Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi masih belum tuntas. Ia mengakui, proses revisi masih cukup panjang. Saat ini, tahapan revisi masih ada di Badan Legislatif DPR. Satya mengakui bahwa revisi UU ini sangat dinantikan oleh pelaku usaha sektor migas.
”Masih ada perbedaan pendapat di Komisi VII yang menangani sektor energi dengan Komisi VI yang menangani badan usaha milik negara. Perbedaan itu menyangkut status Pertamina yang hendak menjadi badan usaha khusus,” ucap Satya.
Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menambahkan, untuk mempermudah bisnis dan investasi hulu migas di Indonesia, pemerintah sudah memangkas sejumlah aturan yang dianggap mempersulit investasi.
Selain itu, di tubuh SKK Migas juga ada penambahan anggota Komisi Pengawas dari unsur kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK). Seandainya ada persoalan gangguan keamanan atau masalah lingkungan, hal itu diharapkan lebih cepat teratasi dengan adanya Komisi Pengawas dari unsur kepolisian dan Kementerian LHK.
Sampai 5 Maret 2018, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah memangkas sebanyak 18 regulasi dan 23 sertifikasi atau rekomendasi yang menyangkut perizinan sektor migas. Tak hanya di Kementerian ESDM, SKK Migas juga menghapus 12 regulasi, sedangkan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) memangkas 3 peraturan.