JAKARTA, KOMPAS — Kartu debit berlogo Gerbang Pembayaran Nasional berupa burung garuda telah diluncurkan. Dengan demikian, transaksi pemegang kartu tersebut akan semakin mudah. Melalui Gerbang Pembayaran Nasional pula, pemerintah menargetkan bantuan sosial akan seluruhnya nontunai pada akhir tahun ini.
”Dengan GPN kita tidak bermaksud melakukan proteksionisme atau melakukan kegiatan hanya untuk kepentingan nasional. Tidak. Prinsipal asing yang berusaha di Indonesia akan kita sambut dengan baik untuk tetap dapat berusaha di Indonesia dan berkembang,” kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo dalam Peluncuran Bersama Kartu Berlogo Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), Kamis (3/5/2018), di Jakarta.
Peluncuran logo GPN tersebut dihadiri Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Menteri Sosial Idrus Marham, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Heru Kristiyana, dan Ketua Perhimpunan Bank Nasional (Perbanas) Kartika Wirjoatmodjo.
Pada 4 Desember 2017 lalu, GPN diluncurkan BI. Ketika itu, transaksi melalui GPN itu baru berlaku bagi 60 bank penerbit kartu, 14 acquirer, dan 122 toko yang sudah terhubung dengan GPN. Kemudian, sejak Maret lalu, 115 bank yang ada di Indonesia telah menerbitkan kartu debit berlogo GPN.
Agus mengatakan, sebelum ada GPN, terjadi fragmentasi, inefisiensi, dan risiko keamanan bagi konsumen. Fragmentasi muncul karena industri membangun platform sistem pembayaran yang sifatnya eksklusif, yaitu hanya dapat melayani instrumen yang diterbitkannya sendiri. Ilustrasinya, terdapat deretan mesin anjungan tunai mandiri maupun alat pembaca data elektronik (EDC) di sebuah lokasi atau toko.
”Padahal bila mesin-mesin itu bisa saling interoperable, terdapat potensi yang begitu besar untuk merelokasinya ke daerah-daerah di penjuru tanah air yang masih mengalami kekurangan. Sehingga akan mendorong perluasan akses dan keuangan inklusif di Indonesia,” ujar Agus.
Fragmentasi platform pembayaran tersebut menimbulkan inefisiensi. Biaya merchant discount rate (MDR) menjadi tinggi, antara 2 persen sampai 3 persen. Melalui GPN, biaya MDR turun menjadi 1 persen. Penurunan tersebut secara ekonomi setara dengan penghematan Rp 1,3 triliun sampai Rp 1,8 triliun dalam setahun. Yang jelas, masyarakat dapat menggunakan kartu debet dengan logo GPN di seluruh anjungan tunai mandiri (ATM) dan terminal pembayaran dalam negeri.
Ke depan, lanjut Agus, penerapan GPN menjadi landasan dalam penggunaan uang elektronik dan standarisasi QR code. GPN juga menjadi dasar perluasan bantuan sosoal, program elektronifikasi jalan tol, serta sistem layanan nasional untuk pembayaran tagihan.
Pada acara tersebut, dinyatakan komitmen dari 3 lembaga GPN; yaitu dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI) yang merupakan lembaga standar kartu ATM/Debet dan uang elektronik; dari Artajasa, Rintis, Alto, dan Jalin sebagai lembaga switching yang bertugas menyelenggarakan pemrosesan data transaksi pembayaran domestik; serta PT Penyelesaian Transaksi Elektronik Nasional (PTEN) sebagai Lembaga Services.
Idrus mengatakan, melalui GPN, seluruh bantuan sosial akan disalurkan secara nontunai. Pihaknya menargetkan pada Oktober atau November, 10 juta dari 15,5 juta keluarga penerima manfaat sudah menerima beras sejahtera (rastra) secara nontunai. Adapun jumlah penduduk miskin saat ini sebesar 26,5 juta orang.
Menurut Idrus, GPN sangat membantu tugas Kemensos. Tidak dipungkiri, ada kejadian bansos tidak sampai kepada masyarakat penerima manfaat. Sebelumnya, ketika rastra dibagikan sebesar 15 kilogram per keluarga, setelah disurvei keluarga penerima manfaat rata-rata hanya menerima 3,5 kg. Kemudian, ketika rastra berubah menjadi 10 kg per keluarga penerima manfaat, rata-rata yang diterima sudah naik, yakni menjadi 8,5 kg.
”Dengan GPN, maka rakyat miskin akan menerima (rastra) 100 persen karena langsung masuk ke rekeningnya. Tinggal nanti mendekati dan mendidik rakyat. Itu tantangan bagi kami ke depan,” ujar Idrus.
Kartika mengatakan, bagi perbankan, penerapan GPN akan memperluan akseptasi karena kartu masing-masing bank diterima di seluruh alat pembayaran bank lain. Biaya bank menjadi lebih efisien karena biaya bagi prinsipal internasional dapat dihemat. Biaya untuk MDR pun lebih rendah.
”Setelah implementasi GPN, seluruh kartu dari seluruh bank dapat diterima di seluruh ATM maupun EDC bank manapun juga. Harapannya seluruh pembayaran di Indonesia benar-benar berdaulat, dikelola oleh domestik,” ujar Kartika.
Dalam kesempatan tersebut, Rini mengatakan, GPN telah diimpikan sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo. Bagi pemerintah, GPN adalah keharusan. Rini pun mengakui, banyak tantangan yang muncul dalam proses mewujudkan GPN, termasuk dari kalangan bank-bank milik pemerintah. Kini, dengan adanya GPN, bansos akan dapat disalurkan secara efektif dan efisien.