JAKARTA, KOMPAS — Pendekatan menyeluruh dinilai penting ketika ingin memberdayakan pelaku usaha kecil dan menengah. Hal ini tidak lepas dari berbagai kendala yang masih dihadapi para pelaku usaha di level tersebut.
”Dan tiap pelaku usaha memiliki permasalahan yang bervariasi,” kata Cipta Anugrah, pemilik usaha kerajinan kulit Motekar, di Jakarta, Jumat (4/5/2018).
Cipta ditemui di gerai yang difasilitasi Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada ajang pameran Indo Leather and Footwear 2018 di JIExpo Kemayoran.
Dia mencontohkan, ada pelaku UKM yang memiliki keterbatasan modal, persoalan di sisi produksi, dan permasalahan mengakses pasar. Tidak jarang ada pelaku UKM yang menghadapi kombinasi persoalan di berbagai aspek tersebut.
Menurut Cipta, dukungan pemerintah yang memfasilitasi keikutsertaan dalam pameran cukup membantu pelaku UKM. ”Memang biaya transportasi dan akomodasi kami tanggung sendiri. Tetapi, kami cukup terbantu ketika bisa berpameran di stan secara gratis,” katanya.
Secara terpisah, Benny Hernawan, pegawai pemasaran usaha produk kulit d\'Russa, mengatakan, kegiatan pameran penting dalam menunjang bisnis pelaku usaha. Selain transaksi langsung, terbuka pula peluang menjalin kontak dengan para pemasok bahan baku, pelaku usaha, dan pelanggan individual.
”Itu semua bergantung pada konsep pameran. Ada pameran yang berkonsep bisnis ke bisnis, tetapi ada juga yang bisnis ke konsumer,” kata Benny.
Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah I Wayan Dipta mengatakan, Kemenkop dan UKM mengajak 18 UKM binaan untuk berpameran di ajang ILF 2018.
Wayan Dipta mengatakan, ada beragan bentuk dukungan lain yang selama ini diberikan pemerintah kepada pelaku UKM. ”Kami juga memfasilitasi standardisasi produk dan membantu soal hak cipta dan merek,” katanya.
Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian Gati Wibawaningsih mengatakan, salah satu dukungan bagi IKM diwujudkan melalui program revitalisasi permesinan. Program ini menjangkau berbagai sektor IKM, semisal industri makanan, mebel, konfeksi, dan logam.
”Cuma memang jumlah anggarannya sedikit, tahun ini rata-rata Rp 6 miliar per direktorat. Kami sedang meminta dirjen anggaran supaya anggaran revitalisasi mesin bagi IKM tahun depan bisa dinaikkan, paling tidak Rp 10 miliar. Nanti akan kami lihat lagi anggarannya seperti apa,” kata Gati.
Melalui program revitalisasi mesin tersebut, Gati menyatakan, ada bantuan potongan harga 30 persen bagi IKM yang membeli mesin dalam negeri dan 25 persen ketika mesinnya diimpor.
Perbedaan besaran potongan lebih untuk mendorong pertumbuhan industri mesin dalam negeri. ”Ini karena ternyata industri dalam negeri juga mampu menghasilkan mesin-mesin bagus,” kata Gati.