Teknologi Baru: Pendidikan dan Adaptasi Jadi Kunci
Oleh
MUKHAMAD KURNIAWAN
·3 menit baca
MANILA, KOMPAS – Pemerintah perlu menciptakan kebijakan yang adaptif, memperbaiki sistem pendidikan, serta memperkuat jarring pengaman sosial untuk mengoptimalkan teknologi baru bagi pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Perkembangan teknologi telah menggeser sejumlah pekerjaan sekaligus melahirkan profesi dan peluang baru.
”Negara yang memiliki kebijakan yang fleksibel, mendukung peningkatan mutu pendidikan, dan menempatkan jaring pengamat sosial yang lebih kuat akan memiliki posisi yang baik untuk memanfaatkan perubahan teknologi," kata Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB), Takehiko Nakao pada seminar “Perubahan Teknologi, Globalisasi, dan Pekerjaan di Asia” yang digelar pada rangkaian pertemuan tahunan Dewan Gubernur ADB ke-51 di Manila, Filipina, Jumat (4/5/2018).
Selain Presiden ADB, hadir sebagai panelis dalam seminar itu, yakni Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani Indrawati; Wakil Perdana Menteri Jepang Taro Aso; Sekretaris Keuangan Filipina Carlos Dominguez; Menteri Ekonomi, Perusahaan Publik, Layanan Sipil, dan Komunikasi Fiji Aiyaz Sayed-Khaiyum. Tema seminar sejalan dengan tema rangkaian pertemuan tahun ini yakni “Menghubungkan Orang dan Ekonomi untuk Pembangunan Inklusif”.
Laporan ADB dalam Asian Development Outlook 2018 menyebutkan, meski teknologi baru berpotensi menghilangkan pekerjaan, ada sejumlah alasan untuk tetap optimistis terhadap masa depan pekerjaan di Asia. Optimisme itu karena beberapa hal. Pertama, meski pemakaian robot semakin berkembang di kawasan Asia, teknologi hanya mengotomatiskan beberapa tugas pekerjaan dan bukan semuanya. Kedua, otomatisasi hanya terjadi di tempat yang memungkinkan secara teknis dan ekonomis, sejauh ini terkonsentrasi di industri manufaktur padat modal.
Ketiga, pekerjaan baru yang tercipta akibat peningkatan perminaan domestik lebih besar ketimbang kehilangan pekerjaan karena kemajuan teknologi. Keempat, kemajuan teknologi akan mengarah pada pekerjaan dan industri baru, sekaligus mengompensasi perpindahan tenaga kerja karena otomasi.
Menurut Nakao, penciptaan lapangan kerja kemungkinan akan berlanjut karena jumlah kelas menengah terus tumbuh di Asia. Mereka mengonsumsi barang yang lebih banyak dan lebih baik.
Kepala Ekonom ADB, Yasuyuki Sawada menambahkan, hal yang perlu dilakukan untuk merespon perkembangan teknologi baru antara lain dengan memperbaiki pendidikan dan pelatihan, kebijakan perpajakan, dan perlindungan sosial. Hal lain yang mendukung adalah pengembangan infrastruktur teknologi komunikasi informasi, melindungi konsumen, serta meningkatkan inovasi dan adopsi teknologi.
Inklusif
Sejumlah negara di Asia telah memanfaatkan perkembangan teknologi untuk menggerakkan ekonomi yang lebih inklusif. Sri Mulyani mencontohkan aplikasi Go-jek, Ruang Guru, dan beberapa aplikasi e-dagang di Indonesia. Keberadaannya memungkinkan pengusaha kecil menengah mengakses pasar lebih luas, warga dari berbagai kelas ekonomi ke akses pengajar yang lebih baik, sekaligus menjadi sumber penghidupan yang lebih luas bagi masyarakat.
Carlos Dominguez menambahkan, telepon pintar kini menjadi alat yang cukup penting bagi usaha kecil dan menengah. Perkembangan teknologi melahirkan peluang sekaligus pekerjaan baru bagi lebih banyak orang dari beragam latar. Terkait perkembangan itu, pemerintah Filipina fokus mendidik guru agar pendidikan lebih adaptif terhadap perubahan tersebut.
Teknologi baru, menurut hasil riset ADB, merubah komposisi keterampilan yang dibutuhkan oleh pasar tenaga kerja. Perubahan itu sekaligus membuka peluang pengangguran yang lebih besar, pertumbuhan upah yang lebih rendah bagi pekerja kurang terampil, serta meningkatkan ketimpangan pendapatan. Oleh karena itu, selain pendidikan yang baik, pemerintah perlu fokus untuk menekan ketimpangan sosial.
Teknologi baru diharapkan jadi motor yang menggerakkan ekonomi lebih cepat di kawasan Asia. ADB memperkirakan, pertumbuhan ekonomi di kawasan ini akan tetap tinggi, yakni 6 persen tahun ini dan 5,9 persen tahun depan, antara lain karena ditopang ekspor dan permintaan domestik yang kuat.
Adapun Asia Tenggara diperkirakan tumbuh 5,2 persen tahun 2018 dan 2019. Subkawasan ini dierkirakan mendapat manfaat dari perdagangan dunia serta membaiknya harga komoditas. Khusus di Indonesia, Filipina, dan Thailand, pertumbuhan akan ditopang oleh investasi dan konsumsi domestik yang kuat.