JAKARTA, KOMPAS - Pembangunan industri harus dilakukan dengan pendekatan komprehensif serta berkaitan dengan pembangunan dan ketahanan nasional. Anggaran untuk kegiatan penelitian dan pengembangan yang relatif minim menjadi salah satu tantangan dalam meningkatkan daya saing industri.
Demikian antara lain mengemuka pada serial diskusi panel bertema Strategi Pembangunan Industri Nasional Menuju Penguasaan Teknologi dalam Rangka Kedaulatan Industri Nasional yang digelar di Jakarta, Sabtu (5/5/2018).
Diskusi yang dimoderatori La Ode Kamaluddin tersebut menghadirkan panelis Pelaksana Tugas Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bambang Subiyanto. Panelis berikutnya adalah Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk Mas Wigrantoro Roes Setiyadi.
Saat memberi sambutan pada acara tersebut Pembina Yayasan Suluh Nuswantara Bakti Pontjo Sutowo mengatakan, pembangunan industri berkaitan dengan dunia inovasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. "Ini semua tidak dapat dilakukan hanya dengan pendekatan sektoral," kata Pontjo yang juga Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI-Polri dan Ketua Aliansi Kebangsaan.
Bambang Subiyanto menuturkan, industri di Indonesia tidak akan maju tanpa didukung kegiatan penelitian. "Industri kita sebagian besar tergantung teknologi dari luar negeri sehingga kami ingin mengembangkan teknologi anak bangsa," katanya.
Terkait dukungan anggaran, Bambang mengatakan, anggaran penelitian dan pengembangan pada 2016 hanya 0,25 persen dari total produk domestik bruto. Sementara itu nilai anggaran penelitian dan pengembangan sekitar Rp 30,8 triliun. Apabila dirinci, anggaran penelitian dan pengembangan pemerintah Rp 24,92 triliun, pemerintah daerah Rp 890 miliar, perguruan tinggi Rp 810 miliar, industri manufaktur Rp 2,81 triliun, serta penelitian dan pengembangan swasta Rp 1,33 triliun.
Menurut Bambang harus ada sinergi antara akademisi, dunia bisnis, serta pemerintah dalam mendukung kegiatan penelitian dan pengembangan di Indonesia.
Sementara itu Mas Wigrantoro Roes Setiyadi mengatakan, Krakatau Steel - ditinjau dari aspek teknologi dan kemampuan sumber daya manusia - mampu membuat baja super. Hal ini sudah dibuktikan Krakatau Steel dalam mendukung Pindad membuat panser dan tank.
"Subdirektorat penelitian dan pengembangan kami juga bekerja sama dengan ITB menghasilkan super steel generasi kedua yang bisa digunakan untuk laras tank dan sebagainya," kata Mas Wigrantoro.
Menurut dia letak persoalan adalah menyinkronkan kapabilitas atau kemampuan Krakatau Steel tersebut dengan aspek ekonomi. Hal ini agar produk baja bermutu yang mampu diproduksi Krakatau Steel tersebut juga dapat masuk ke ranah komersial.
Sebagai perbandingan kebutuhan baja super di alat utama sistem persenjataan relatif sedikit. "Satu tahun tidak lebih dari 1.000 ton. Padahal untuk mengerjakan yang 1.000 ton itu kami hanya butuh waktu satu hari. Investasinya juga besar," kata Mas Wigrantoro.
Mas Wigrantoro menuturkan, pihaknya meyakini Indonesia mampu unggul dan sejahtera apabila semua pihak bersama-sama mengelola dan mengoptimalkan segenap potensi sumber daya.