JAKARTA, KOMPAS — Pelaku usaha yang memiliki kewajiban valuta asing didorong menggunakan lindung nilai untuk mengelola risiko nilai tukar. Dengan cara itu, kebutuhan valuta asing korporasi lebih terkendali sehingga mengurangi beban transaksi tunai.
Di sisi lain, pemerintah dinilai perlu menggenjot potensi devisa dari ekspor, investasi, dan pariwisata. Dengan demikian, cadangan devisa dan nilai tukar rupiah akan semakin kuat.
Kepala Departemen Pengembangan Pendalaman Pasar Keuangan Bank Indonesia Nanang Hendarsyah mengatakan, dengan banyaknya korporasi yang menggunakan lindung nilai, perbankan memiliki ruang untuk mengelola dan menyiapkan ketersediaan likuiditas valas. ”Maka, kebutuhan valas tidak membebani transaksi tunai yang secara langsung memengaruhi kurs,” kata Nanang di Jakarta, Minggu (6/5/2018).
Likuiditas di pasar valas, kata Nanang, memadai. Indikasinya, selisih harga beli dan jual valas yang tidak terlalu besar. Pada 4 Mei 2018, kurs jual Rp 14.013 per dollar AS, sementara kurs beli Rp 13.873 per dollar AS. Adapun volume transaksi di pasar valas hingga 4 Mei 2018 mencapai 7 miliar dollar AS per hari.
Ia mengakui, banyak investor jangka pendek yang menarik modal mereka untuk dipindah ke negara lain, termasuk Amerika Serikat. Namun, diyakini masih banyak investor jangka panjang yang setia mengalirkan dana ke Indonesia.
”Termasuk bank sentral negara lain yang berinvestasi di surat berharga negara. Mereka masih banyak di sini karena yang dilihat fundamental. Artinya, mereka masih percaya dengan fundamen ekonomi Indonesia,” katanya.
Menurut dia, peningkatan dana keluar tak perlu dikhawatirkan. Sebab, investor yang dananya sudah meninggalkan Indonesia akan kembali lagi saat gejolak global sudah mereda. Selain itu, dana penanaman modal asing masih ada di dalam negeri.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, investor asing membukukan jual bersih pada pekan lalu sebesar Rp 2,69 triliun. Sejak awal tahun ini hingga Jumat (4/5), investor asing mencatatkan jual bersih Rp 36,01 triliun.
Pada akhir pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada 5.792,34. Sejak awal tahun IHSG sudah merosot 8,86 persen.
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara menilai, pemerintah perlu menggenjot potensi devisa dari ekspor, investasi, dan pariwisata.
”Pemerintah perlu menyampaikan pesan ke pasar untuk terus melanjutkan agenda reformasi struktural sektor riil, propengembangan ekspor, pariwisata, dan investasi berorientasi ekspor,” kata Mirza di sela-sela Pertemuan Tahunan ke-51 Dewan Gubernur Bank Pembangunan Asia (ADB) di Manila, Filipina, Jumat (4/5).
Reformasi struktural menjadi kunci mendongkrak suplai valuta asing sekaligus menstabilkan nilai tukar rupiah. Menurut Mirza, negara-negara yang neraca perdagangannya surplus, mata uangnya relatif stabil di tengah perubahan kebijakan moneter AS.
Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia menggenjot suplai, antara lain dengan menggenjot ekspor dan pariwisata. Yang tak kalah penting, mempermudah masuk dan mengatasi problem investasi dan industri berorientasi ekspor.
Terkait pelemahan nilai tukar rupiah, BI telah dan terus melakukan intervensi pasar. Soal perlu tidaknya menaikkan suku bunga acuan, kata Mirza, BI masih akan melihat situasi sebelum mengambil keputusan. Selain perkembangan situasi di pasar, situasi yang dimaksud mencakup pergerakan inflasi serta ekspor-impor barang dan jasa.
Penukaran uang
Transaksi jual beli dollar AS di tempat penukaran uang meningkat.
Firmansyah, karyawan PT Haji La Tunrung AMC, mengatakan, saat ini rata-rata transaksi per hari senilai 20.000 dollar AS. Peningkatan transaksi sebesar 7-8 persen dibandingkan pekan sebelumnya ini seiring penguatan dollar AS terhadap rupiah.
Terkait penguatan dollar AS terhadap rupiah, biro perjalanan dan wisata mengurangi jumlah kegiatan rekreasi untuk setiap paket perjalanan.
Kepala Marketing Communication Golden Rama Tours and Travel Ricky Hilton mencontohkan, paket wisata yang biasanya terdiri dari 3-5 kegiatan berkurang menjadi 1-2 kegiatan. Namun, sejauh ini, wisata ke luar negeri masih diminati.