JAKARTA, KOMPAS — Program Satu Juta Rumah perlu didukung dengan strategi penyelenggaraan perumahan yang tepat, dari hulu sampai hilir. Pemerintah mencoba mengevaluasinya dengan membentuk tim Satuan Tugas Pemantauan dan Pengendalian Program Satu Juta Rumah. Di sisi pembiayaan, hingga akhir 2018 ditargetkan 267.000 rumah bersubsidi dapat dibiayai.
”Ada negara yang sudah menyelenggarakan program perumahan dengan baik, ada yang belum. Kita termasuk yang masih mencari strategi yang pas dalam penyelenggaraan perumahan,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi AH, Senin (7/5/2018), di Jakarta.
Khalawi mengatakan, pemerintah telah membentuk Satgas Pemantauan dan Pengendalian Program Satu Juta Rumah pada akhir April lalu. Satgas tersebut berasal dari kalangan birokrasi Kementerian PUPR, akademisi, dan pemerhati perumahan. Pada prinsipnya, tugas satgas adalah mendorong realisasi program Satu Juta Rumah, mengawasi kualitas bangunan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah, serta menampung dan mengomunikasikan masalah perumahan dengan pemangku kepentingan terkait.
Menurut Khalawi, kendala dalam penyelenggaraan perumahan di Indonesia ada tiga hal, yakni tanah, regulasi, dan pembiayaan. Ketiga hal ini adalah masalah klasik yang hingga saat ini belum mendapat solusi. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan terobosan, misalnya mendorong kerja sama pemerintah dengan badan usaha (KPBU) di sektor perumahan rakyat.
Sementara itu, lanjut Khalawi, masalah perumahan lainnya juga banyak yang perlu ditangani, seperti sengketa penghuni apartemen dengan pengelola apartemen, termasuk memastikan agar kualitas rumah bersubsidi tetap baik. Meskipun hal itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, pihaknya akan ikut mengawasi.
”Lalu satgas ini juga mencari dan mengevaluasi kebijakan pemerintah yang sudah diambil. Jadi perannya akan sangat membantu,” kata Khalawi.
Secara terpisah, di sisi pembiayaan, Direktur Perencanaan Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Eko D Heripoerwanto mengatakan, target pemerintah untuk membiayai 267.000 rumah bersubsidi melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) dan subsidi selisih bunga (SSB) akan terus didorong. Rinciannya, 225.000 unit dibiayai melalui SSB dan 42.000 unit oleh FLPP. Total anggarannya sekitar Rp 6 triliun.
”Kami telah melakukan rapat koordinasi di 15 lokasi dengan mengundang 34 pemda, perbankan, dan pengembang pada Februari-April lalu untuk menyinergikan sisi pasokan dan sisi permintaan rumah subsidi. Khusus untuk perbankan, kami akan lakukan review kinerja,” kata Eko.
Eko mengatakan, untuk penyaluran KPR dengan mekanisme SSB, pemerintah masih menunggu kesiapan dokumen perjanjian kerjasama operasional (PKO). Namun, penyaluran KPR dengan mekanisme SSB oleh perbankan kepada masyarakat tetap berjalan karena baru di akhir periode ditagihkan kepada pemerintah. Adapun total anggaran SSB adalah Rp 2,5 triliun.
Hingga 24 April, kredit pemilikan rumah (KPR) FLPP telah disalurkan Badan Layanan Umum Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (BLU PPDPP) untuk 4.960 rumah senilai Rp 568,7 miliar. Sementara hingga akhir Maret 2018, Bank Tabungan Negara sebagai salah satu penyalur SSB mencatat telah menyalurkan KPR Subsidi untuk 44.407 rumah senilai Rp 5,36 triliun.
Menurut Eko, selain BTN, bank penyalur SSB adalah Bank Negara Indonesia (BNI). Bank Jatim juga berminat untuk menyalurkan SSB dan kini tengah dalam proses konfirmasi minat. Pemerintah memastikan kualitas rumah bersubsidi, baik melalui FLPP maupun SSB, tetapi baik.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida mengatakan, proses akad kredit rumah bersubsidi yang dibangun 2017 sudah tidak ada kendala setelah pemerintah merevisi aturan terkait teknis bangunan. Pada Maret lalu, stok rumah berspesifikasi subsidi yang dibangun pengembang REI mencapai 60.000 unit.
”Sudah ada peningkatan jumlah rumah bersubsidi yang akad kredit. Untuk harganya masih menggunakan harga tahun 2017,” ujar Totok.
Menurut Totok, pengembang rumah bersubsidi di REI tetap berkomitmen untuk membangun rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah sesuai ketentuan pemerintah. Tahun ini, pemerintah mengatur penggunaan besi 10 milimeter untuk tulangan cor. Tahun lalu, ketentuannya adalah menggunakan besi 8 mm.