JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan infrastruktur yang sedang marak dan sumber daya alam yang tersedia di Indonesia membuat bisnis pengangkatan dan pengangkutan kargo superbesar di Indonesia sangat berpotensi. Namun, bisnis tersebut belum tergarap.
Bahkan, sumber daya manusia yang kompeten di bidang tersebut juga sangat jarang. ”Sebenarnya perusahaan yang bergerak di bidang angkut dan angkat kargo superbesar sudah cukup banyak. Ada sekitar 200 perusahaan, tetapi yang mempunyai lisensi hanya 10 orang,” kata Baskoro dari Divisi Komersial dan Pengembangan Indonesia Over-Dimention Heavy-lift Community (IOHC) di Jakarta, Senin (7/5/2018).
Baskoro menuturkan, kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan membutuhkan konektivitas yang besar. Pertumbuhan industri di Jawa dan Sumatera, termasuk di seluruh kawasan ekonomi khusus, membutuhkan pembangunan energi yang sangat besar.
Sementara itu, pelayaran CMA CGM melihat bisnis pengangkutan kargo superbesar berpeluang dikembangkan di Indonesia.
”Layanan ini belum ada di Indonesia. Di luar Indonesia, kami bisa mengangkut kargo berukuran 450 ton, sementara di Indonesia kami baru mengangkut 52 ton. Padahal, banyak perusahaan, seperti PLN dan Pertamina, mempunyai kebutuhan untuk mengangkut kargo-kargo besar,” kata Presiden Direktur CMA CGM Group Indonesia Farid Belbouab.
Belbouab optimistis kebutuhan kargo besar akan tumbuh pesat di Indonesia. ”Bisnis kami tumbuh 18 persen di Indonesia. Bahkan, pada triwulan I-2018, bisnis kami tumbuh 50 persen,” ujarnya.
Pada awal bulan ini, CMA CGM mendatangkan kapal raksasa APL Salalah berukuran 10.642 TEU di Jakarta International Container Terminal. Kapal ini melayani rute Tanjung Priok ke Pantai Barat Amerika Serikat sekitar Los Angeles dan Oakland dengan jadwal seminggu sekali.
”Kapasitas kapal ini masih besar. Pada kesempatan kemarin kami membongkar 1.666 TEU dan memuat 2.818 TEU. Jadi total 4.484 TEU. Masih sangat lapang,” katanya.