JAKARTA, KOMPAS — Pencatatan laporan keuangan secara tertib merupakan salah satu masalah yang dihadapi pelaku usaha mikro. Lamikro, aplikasi keuangan sederhana untuk usaha mikro, dikembangkan untuk mengatasi persoalan tersebut.
”Pembukuan atau laporan keuangan sangat dibutuhkan dan ibarat jantung bagi UKM,” kata Kepala Bidang Lembaga Kewirausahaan, Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Kemenkop dan UKM) Anang Rachman di Jakarta, Rabu (9/5/2018).
Anang mengatakan hal tersebut pada diskusi kelompok terfokus yang membahas aplikasi laporan sederhana bagi usaha mikro di Kemenkop dan UKM. Hadir sebagai pembicara lain pada diskusi tersebut adalah anggota Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia, Tia Adityasih, dan Nala Jati Prasetya, pelaku UKM.
Anang mengatakan, Kemenkop dan UKM selama ini menyelenggarakan kegiatan pemberdayaan dan pengembangan wirausaha berupa pelatihan. Salah satunya pelatihan cara membuat pembukuan sederhana bagi UKM.
”Kami pun mengembangkan aplikasi laporan keuangan sederhana berbasis Android, yakni Lamikro. Ini adalah laporan akuntansi untuk usaha mikro,” ujar Anang.
Aplikasi tersebut diuji coba pertama kali pada 27 Oktober 2017 di Desa Celuk, Bali, saat kunjungan kerja Menkop dan UKM Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga.
Tia Adityasih mengatakan, pihaknya menilai langkah Kemenkop dan UKM tersebut sebagai suatu upaya memberikan kesadaran bagi UKM untuk selalu mencatat semua transaksi. ”Intinya, transaksi apa pun harus segera dicatat. Aplikasi seperti ini memudahkan,” katanya.
Aplikasi tersebut betul-betul untuk usaha mikro.
Menurut Tia, aplikasi tersebut betul-betul untuk usaha mikro, di mana semua transaksi yang dilakukan masih bersifat tunai. Uang tunai langsung diterima saat mereka menjual.
Saat usaha membesar, terbuka kemungkinan pembayaran pakai waktu atau tempo sehingga berarti sudah harus ada piutang. Standar akuntansi pun harus ada ketika sampai tahapan tersebut.
”Ketika nantinya usaha mikro itu membesar, di mana sudah ada transaksi yang tidak secara tunai, barangkali sudah harus memasukkan standar akuntansi keuangan EMKM (entitas mikro, kecil, menengah) yang baru saja dikeluarkan,” katanya.
Laporan keuangan yang dibuat secara sederhana bisa ditingkatkan untuk bisa masuk ke dalam pencatatan yang sesuai standar akuntansi. Tia mengatakan, nantinya laporan keuangan yang dibuat bisa bankable, bisa untuk meminjam uang ke bank.
Nala Jati Prasetya, pemilik usaha kuliner dan mebel di Jakarta Selatan, mengatakan, selama ini dirinya bersama teman-teman UKM ingin semua transaksi tertata. Namun, kendala waktu kerap menjadi persoalan ketika pelaku UKM harus menangani beragam tugas.
”Ada istilah 4L di UMKM; lu lagi lu lagi. Semua ditangani sendiri. Ketika pagi belanja, siang terima order, memasak, mengantar pesanan, kapan kami bisa duduk mengurusi debit kredit, utang piutang?” kata Nala Jati.
Namun, Nala mengatakan, sejak awal tahun ini dirinya bersama beberapa teman mulai memakai aplikasi Lamikro. ”Ke depan kami berharap, meski tetap 4L, teknologi ibaratnya akan menjadi karyawan tambahan,” ujarnya.