Sektor usaha mikro, kecil, dan menengah berkontribusi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja. Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional menunjukkan, terdapat sekitar 60,7 juta usaha mikro, kecil, dan menengah pada 2015. Pada periode itu, sektor usaha mikro, kecil, dan menengah menyerap 97 persen dari total angkatan kerja 2015 sebanyak 128,3 juta orang.
Data lain menunjukkan bahwa pada 2009-2013, kontribusi sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) terhadap produk domestik bruto mencapai 57,6 persen dengan laju pertumbuhan rata-rata 6,7 persen. Dari kontribusi sektor UMKM, sektor mikro menyumbang 69 persen di antaranya.
Walaupun kontribusinya cukup besar, sektor mikro masih menghadapi persoalan menahun, yakni akses terhadap lembaga pembiayaan. Akibatnya, para pelaku usaha mikro lebih sering memanfaatkan pinjaman dari rentenir yang sangat mudah diperoleh walaupun bunganya menjerat leher.
Data Bank Indonesia menunjukkan, pada 2014, dari 56,4 juta UMKM, baru 30 persen di antaranya yang bisa mendapatkan akses pembiayaan. Sumber pembiayaan yang berasal dari bank sekitar 76 persen, sementara sisanya dari lembaga keuangan nonbank, termasuk usaha simpan pinjam dan koperasi.
Faktor risiko menjadi hambatan terbesar sektor UMKM untuk mendapatkan pembiayaan dari bank.
Padahal, Bank Indonesia sudah mengeluarkan ketentuan untuk mendorong alokasi kredit kepada UMKM. Regulasi itu antara lain mengatur alokasi kredit untuk UMKM sebesar 5 persen dari total kredit pada 2015, 10 persen pada 2016, 15 persen pada 2017, dan menjadi 20 persen pada akhir 2018. Namun, bank menghitung berbagai risiko dalam penyaluran kredit. Apalagi, pemulihan ekonomi sejak berlalunya era kejayaan komoditas ekspor berakhir, belum terlalu optimal.
Untuk itu, berbagai program terus didorong melalui berbagai lini untuk meningkatkan akses pembiayaan terhadap sektor mikro. Pemerintah sudah memulainya dengan program kredit usaha rakyat dengan bunga yang relatif terjangkau. Sejak digulirkan pertama kali beberapa tahun lalu, bunga KUR terus turun dan saat ini 7 persen per tahun. Harapannya, makin banyak masyarakat, terutama pelaku usaha mikro, kecil dan menengah yang bisa mengakses pembiayaan.
Inisiatif lain yang belakangan diluncurkan adalah bank wakaf mikro yang sebetulnya terjemahan dari lembaga keuangan mikro syariah. Istilah bank wakaf mikro diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso. Istilah itu dipilih supaya lebih akrab dengan masyarakat sehingga bisa langsung populer.
Bank wakaf mikro adalah model pembiayaan melalui lembaga keuangan mikro syariah yang bekerja sama dengan pondok pesantren. Sumber dananya berasal dari para donatur, sementara debiturnya adalah masyarakat sekitar pondok pesantren. OJK sedang melakukan proyek percontohan di beberapa daerah. Salah satunya adalah proyek percontohan di Pondok Pesantren Al Munawwir, Krapyak, DI Yogyakarta. Di sana, dibentuk Bank Wakaf Mikro Almuna Berkah Mandiri.
Pondok pesantren dengan jumlah santri sekitar 4.000 orang itu selama ini ikut menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar. Ada banyak usaha yang tumbuh di sekitar pesantren untuk melayani kebutuhan para santri. Melalui bank wakaf mikro itu, para pelaku usaha di sekitar pesantren mendapat akses pembiayaan yang murah, yakni dengan bunga hanya 3 persen per tahun. Adapun besaran pinjaman pada putaran pertama ditetapkan sebesar Rp 1 juta per peminjam.
Karena tak menggunakan agunan, model pembiayaan ini menggunakan sistem tanggung renteng dan dijamin oleh ketokohan pengasuh pondok pesantren. Per 5 Mei 2018, tercatat sudah ada 325 nasabah di Bank Wakaf Mikro Almuna Berkah Mandiri.
Menurut data OJK, per 15 April 2018, sudah terealisasi pembentukan 20 bank wakaf mikro. Adapun jumlah nasabah sudah mencapai 4.152 nasabah dengan total nilai pembiayaan Rp 4,18 miliar. Dana itu berasal dari 40 donatur dari 60 donatur yang sudah menyatakan komitmennya.
Dengan asumsi seluruh lini bisa bergerak bersama membuka akses, para pelaku usaha mikro bisa lebih mudah mendapatkan pembiayaan. Kemudahan akses pembiayaan diharapkan bisa meningkatkan daya saing sektor usaha mikro yang selama ini menopang perekonomian. Apalagi, serapan tenaga kerjanya sangat besar.