JAKARTA, KOMPAS — Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan masih menunggu hasil evaluasi ulang kajian Bank Pembangunan Asia mengenai pembangunan dermaga di lintasan penghubung Pulau Jawa dan Sumatera.
”Sebenarnya kajian itu sudah lama ada, tetapi tidak ditindaklanjuti. Sekarang, dengan adanya kenaikan trafik akibat pembangunan jalan tol Sumatera, kebutuhan akan dermaga itu menjadi sangat penting,” kata Direktur Jenderal Perhubungan Darat Budi Setiyadi kepada Kompas, di Jakarta, Kamis (10/5/2018).
Budi menjelaskan, keberadaan enam dermaga di lintasan Merak-Bakauheni sekarang sudah tidak mampu menampung pertumbuhan trafik yang ada. Akibatnya, banyak kapal yang harus antre untuk sandar sehingga mengurangi produktivitas kapal. Dari 68 kapal yang ada di lintasan, hanya 34 kapal yang bisa beroperasi setiap harinya.
”Bank Pembangunan Asia (ADB) sedang me-review ulang kajian yang ada.
Jika memang bisa dilanjutkan sesuai dengan kondisi saat ini, pembangunan akan dilakukan. Waktu itu rencananya akan dilakukan pembangunan dua dermaga di Marga Giri di Banten dengan di Ketapang, Lampung,” kata Budi.
Pembangunan dermaga itu, katanya, membutuhkan waktu dan anggaran yang tidak sedikit. ”Bisa mencapai Rp 1 triliun. Kemungkinan pola yang akan dipakai adalah kerja sama pemerintah-badan usaha dengan didanai dari ADB,” kata Budi.
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) sedang mereview kajian yang ada.
Untuk meningkatkan produktivitas kapal, pemerintah menetapkan hanya kapal-kapal besar berukuran di atas 5.000 gros ton (GT) yang boleh beroperasi di lintasan tersebut. Sementara kapal-kapal yang berukuran di bawah 5.000 GT harus pindah lintasan. Aturan tersebut mulai berlaku Desember 2018.
Ketua Umum DPP Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Khoiri Sutomo mengatakan, Gapasdap tidak setuju dengan rencana penggantian kapal di bawah 5.000 GT menjadi minimal 5.000 GT (Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 88 Tahun 2014).
Dengan penggantian tersebut, pengusaha tidak bisa melakukan efisiensi operasional, seperti menggunakan kapal kecil saat kondisi low season dan mengoperasikan kapal besar saat kondisi peak season. ”Aturan ini akan menambah beban biaya yang harus ditanggung oleh pengusaha dalam melayani masyarakat,” kata Khoiri.
Dia mengatakan, ada 22 kapal yang akan terkena aturan Menteri Perhubungan ini. Seharusnya, menurut Khoiri, pemerintah segera mewujudkan pembangunan dermaga. Apabila menggunakan kapal di atas 5.000 GT, penambahan kapasitas yang terjadi hanya 8 persen. Kalau menambah dermaga, maka penambahan kapasitas yang terjadi mencapai 18 persen.
Mengharuskan pengusaha menggunakan kapal besar hanya akan merugikan pelaku usaha. Jika perusahaan pelayaran tidak mampu menutup biaya operasinya, akibat terlalu banyaknya kapal, yang dikurangi pertama kali adalah aspek kenyamanan. Jika masih tidak mampu, yang akan dikurangi berikutnya adalah aspek keselamatan.
”Jika aspek keselamatan pelayaran terganggu, pemerintah harus bertanggung jawab terhadap permasalahan tersebut,” kata Khoiri.