JAKARTA, KOMPAS – Defisit transaksi berjalan Indonesia pada triwulan I-2018 tercatat sebesar 5,5 miliar dollar AS atau 2,15 persen dari produk domestik bruto (PDB). Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 2,4 miliar atau sekitar 1 persen dari PDB.
Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo menjelaskan meningkatnya defisit transaksi berjalan dan turunnya transaksi modal dan finansial sepanjang triwulan I-2018 dipicu oleh menurunnya surplus neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa.
Realisasi ini lebih rendah dari defisit pada triwulan IV-2018 sebesar 6,08 miliar dollar AS atau 2,34 persen PDB. “Penurunan defisit transaksi berjalan terutama dipengaruhi oleh penurunan defisit neraca jasa dan peningkatan surplus neraca pendapatan sekunder,” ujar Agus usai pertemuan terkait surat berharga negara di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, (11/5/2018)
Sementara secara umum, neraca pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang triwulan I-2018 mengalami defisit sebesar 3,8 miliar dollar AS. Kondisi berbanding terbalik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang masih mencatatkan surplus sebesar 280 juta dollar AS.
“Neraca pembayaran kita overall balance minus 3,8 miliar dollar AS karena ada tekanan di finansial account kita. Namun, NPI tetap baik sehingga dapat menopang ketahanan eksternal Indonesia,” kata dia.
Agus menuturkan tantangan paling besar ke depan berada dari dinamika yang terjadi di perekonomian global, di antaranya, rencana peningkatan suku bunga AS dan pembatalan perjanjian nuklir AS-Iran. Dinamika ini mengakibatkan peningkatan mata uang dollar terhadap mata uang di dunia, termasuk rupiah.
“Kami ingatkan para broker surat negara bahwa tantangan global di depan mata harus sama-sama kita hadapi. Menguatnya harga minyak dunia serta meningkatnya risiko geopolitik akibat adanya tensi dagang Amerika-Tiongkok juga menjadi tantangan selanjutnya,” ujar Agus.
Transaksi modal dan finansial Indonesia pada kuartal pertama tahun ini tercatat sebesar US$1,9 miliar, turun signifikan dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 7,9 miliar dollar AS. Bank Indonesia mencatat pada akhir Maret 2018, posisi cadangan devisa Indonesia sebesar 126 miliar dollar AS, lebih rendah dari posisi cadangan devisa pada akhir tahun lalu sebesar 130 miliar dollar AS.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meyakinkan para dealer surat utang mengenai kinerja APBN 2018 semakin kuat dibandingkan tahun sebelumnya. Hal itu menghasilkan ruang fiskal yang bisa digunakan untuk menjaga perekonomian dari gejolak eksternal.
Dia merinci, hingga akhir April 2018 defisit APBN mencapai Rp 55,1 triliun. Angka itu lebih kecil dibandingkan defisit APBN periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 72,2 triliun.
“Kondisi APBN yang masih tetap terjaga sampai akhir April 2018 menjadi momentum positif untuk bisa menahan gempuran sentimen dari AS yang mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri” kata Sri Mulyani.
Dari sisi penerimaan perpajakan, tercatat pemerintah telah mengumpulkan Rp 416,9 triliun, tumbuh nyaris 15 persen tanpa memasukan amnesti pajak, dan tumbuh 11,2 persen bila memasukan amnesti pajak. Kontribusi pertumbuhan pajak berasal dari pertumbuhan PPN sebesar 4,1 persen serta pertumbuhan PPH nonmigas sebesar 17,3 persen.
“Kita juga terima penerimaan cukai meningkat dibanding tahun lalu. Melihat capaian ini kita optimistis APBN 2018 tetap bisa terjaga secara kredibel stabil, berkelanjutan, dan sehat,” tegasnya.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Wimboh Santoso, mengatakan kondisi sektor perbankan dalam negeri tengah meningkat. Dari sisi kredit, hingga akhir Maret 2018 mampu tumbuh 8,54 persen year on year (YOY). Sedangkan kredit macet (NPL) juga mulai menurun menjadi 2,75 persen.
Tren suku bunga secara bertahap juga menurun bahkan untuk deposito 1 bulan sebesar 5,63 persen, deposito 3 bulan (5,90 persen), deposito 6 bulan (6,24 persen), dan deposito 12 bulan (6,15 persen). “Suku bunga kredit juga menurun, bahkan beberapa korporasi di bawah 9 persen. Secara rata-raya kredit modal kerja sekitar 10 persen,” tutur Wimboh.