HONG KONG, KOMPAS - Pekerja migran Indonesia membutuhkan pelatihan dan motivasi agar percaya diri berwirausaha di negeri sendiri. Pemerintah, melalui beragam badan usaha milik negara, akan terus mendorong hal itu lewat pelatihan dan program kewirausahaan.
”Antusiasme pekerja migran untuk berwirausaha sangat tinggi. Peran BUMN bisa membantu mereka menggali bakat dan keahlian terpendam agar mereka sejahtera di Tanah Air,” kata Menteri Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) Rini Soemarno di Hong Kong, Minggu (13/5/ 2018).
Hal itu disampaikan Rini saat menghadiri penutupan program Mandiri Sahabatku angkatan ke-9 tahun 2018. Hadir juga Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk Kartika Wirjoatmodjo dan sekitar 1.000 pekerja migran Indonesia.
Program tahunan ini menarik minat 11.625 pekerja migran dari awalnya hanya 20 orang di
Hong Kong. Program ini juga digelar di Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan. Saat ini, jumlah pekerja migran Indonesia di Hong Kong sebanyak 180.000 orang.
Rini mengatakan, program ini positif dan harus terus dilakukan. BUMN bisa membantu pekerja migran memiliki usaha sendiri saat pulang ke Indonesia. ”Paling penting saat mereka percaya diri bisa mandiri membangun kesejahteraan keluarga dan ekonomi Indonesia. Saya akan terus dorong BUMN lain melakukan hal serupa,” kata Rini.
Bekal keterampilan
Kartika mengatakan, pihaknya berkomitmen memberikan bekal keterampilan kepada pekerja migran untuk membuka usaha saat kembali ke Tanah Air. Harapannya, mereka bisa ikut memberi kesempatan bekerja bagi orang di sekitarnya. ”Kami tidak memungut biaya bagi pekerja migran yang ingin mengikuti Mandiri Sahabatku,” katanya.
Ke depannya, Kartika mengatakan akan meneruskan pelatihan ini lewat Mandiri Sahabatku Sehati. Program itu merupakan usaha lanjutan untuk melengkapi ekosistem kewirausahaan Mandiri Sahabatku. ”Pada tahap
awal, Mandiri Sahabatku Sehati sudah berjalan di 2 kota, yaitu Semarang dan Ponorogo dengan mengoptimalkan fungsi rumah kreatif BUMN,” katanya.
Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rohan Hafas mengatakan, sejak 2016, penyaluran KUR kepada pekerja migran Rp 28,1 miliar bagi 1.763 debitor.
Elistioningsih (30), pekerja migran asal Malang, Jawa Timur, mengatakan, semakin percaya diri menjalankan usahanya di Indonesia pascapelatihan. Dia belajar banyak pengelolaan keuangan dan cara menjalankan bisnis ritel. Omzet usaha toko kelontongannya melonjak, dari hanya Rp 500.000 per hari menjadi Rp 1,5 juta per hari.
”Contoh paling sederhana, saya belajar pembukuan. Semua pengeluaran dan pemasukan saya catat rapi. Semuanya saya diskusikan dan laporkan dengan orangtua yang menjalankan bisnis toko kelontongan di Malang,” kata wanita yang sudah merantau ke Hong Kong sejak 2015.