JAKARTA, KOMPAS — Produksi minyak dan gas bumi PT Pertamina (Persero) berpotensi bertambah menyusul diberikannya hak kelola dua blok minyak dan gas bumi kepada perusahaan tersebut. Kedua blok itu adalah Jambi Merang dan Pendopo-Raja yang terletak di Sumatera Selatan, yang habis masa kontraknya pada 2019. Jangka waktu kontrak yang diberikan kepada Pertamina berlaku sampai 20 tahun ke depan.
Dalam pengumuman keputusan blok-blok migas terminasi akhir pekan lalu di Jakarta, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi pada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto, mengatakan, ada empat blok yang kontraknya bakal berakhir pada 2019. Keempat blok itu adalah Jambi Merang, Pendopo-Raja, Bula, dan Seram non-Bula. Dua blok yang disebut di awal diserahkan pengelolaannya secara penuh kepada Pertamina.
Dari keempat blok migas tersebut, Jambi Merang adalah penghasil minyak terbesar, yaitu sebanyak 3.706 barrel per hari. Adapun ketiga blok lainnya hanya mampu memproduksi minyak kurang dari 2.000 barrel per hari. Blok Bula dan Blok Seram non-Bula masing-masing dikelola oleh Kalrez Petroleum Ltd dan CITIC Seram Energy Ltd. Skema bagi hasil yang diterapkan pada blok-blok itu adalah bagi hasil berdasar produksi migas bruto (gross split).
"Dengan penyerahan dua blok ini kepada Pertamina, otomatis produksi migas Pertamina secara nasional akan naik menjadi sekitar 39 persen. Kita berharap Pertamina bisa mempertahankan produksi atau mungkin menaikkannya," kata Djoko.
Dalam pengumuman kinerja Pertamina sepanjang 2017, produksi migas perusahaan tersebut mencapai 693.000 barrel setara minyak per hari (BOEPD). Capaian tersebut naik 7 persen dibanding produksi migas sepanjang 2016 yang sebanyak 650.000 BOEPD. Dari catatan pemerintah, realisasi produksi migas nasional pada 2017 sebanyak 1,945 juta BOEPD atau lebih rendah dari target yang sebesar 1,965 juta BOEPD.
Sebelumnya, Pertamina juga mendapat hak kelola penuh blok-blok migas yang sudah habis masa kontraknya. Dari sejumlah blok tersebut, yang terbesar adalah Blok Mahakam di Kalimantan Timur yang habis kontraknya pada akhir 2017 lalu. Blok Mahakam yang dikelola Total (Perancis) masih menghasilkan minyak sekitar 50.000 barrel per hari dan gas bumi sebanyak 1.286 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD).
Pelaksana Tugas Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya membuka kemungkinan menggandeng perusahaan lain untuk mengelola Blok Jambi Merang dan Blok Pendopo-Raja. Bermitra dengan perusahaan lain, kata dia, merupakan bagian dari mitigasi risiko dalam hal keuangan dan teknis. Namun, ia mengakui bahwa Pertamina yang berinisiatif mengajukan proposal pengelolaan untuk Blok Jambi Merang dan Blok Pendopo-Raja.
"Soal pengajuan proposal pengelolaan blok-blok migas yang bakal habis masa kontraknya, kami melihat faktor prioritas berdasar cadangan terbukti migas pada blok tersebut. Segala risiko diperhitungkan. Kami juga membuka opsi bekerja sama (dengan perusahaan lain)," ujar Nicke.
Sementara itu, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi menambahkan, secara komersial, gas dari Blok Jambi Merang punya dua pembeli potensial. Kedua pembeli yang ia maksud adalah perusahaan pembangkit listrik swasta dan perusahaan perkebunan yang berada di Sumatera Selatan. Perusahaan perkebunan itu, menurut dia, siap membangun terminal mini gas alam cair (LNG).
"LNG tersebut bisa menjadi bahan bakar truk perusahaan. Selama ini kan menggunakan bahan bakar solar. Nah, daripada memakai solar, mereka cenderung memilih bahan bakar LNG. Jadi, mereka siap membangun terminal mini LNG yang pasokan gasnya bisa dari Blok Jambi Merang," ujar Amien.
Keputusan dipercepat
Berdasar data dari SKK Migas, sampai 2026 nanti ada 22 blok migas yang bakal habis masa kontraknya. Pemerintah menjanjikan keputusan penyerahan kelanjutan hak kelola blok-blok tersebut tuntas pada tahun ini. Dengan demikian, keputusan investasi menjadi lebih cepat dan transisi dapat berlangsung mulus.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, pengajuan perpanjangan kontrak suatu blok migas yang bakal berakhir dapat dilakukan secepatnya 10 tahun dan selambatnya 2 tahun sebelum habis masa kontrak. Jangka waktu perpanjangan yang diberikan adalah paling lama 20 tahun.
"Seluruh kontrak yang bakal habis pada 2026 nanti akan kami putuskan secepatnya sepanjang sudah ada pengajuan proposal perpanjangan. Kami targetkan semua (keputusan perpanjangan kontrak) tuntas tahun ini," kata Djoko.
Berdasarkan aturan saat ini, kontra blok migas hasil terminasi, apabila dilanjutkan pengelolaannya wajib menggunakan skema bagi hasil gross split. Adapun kontrak blok migas hasil perpanjangan diberikan dua piihan, yaitu gross split atau skema bagi hasil dengan skema cost recovery (biaya operasi yang dipulihkan).