Registrasi Prabayar: Operator Telekomunikasi Sudah Saatnya Mengedepankan Kualitas Layanan
JAKARTA, KOMPAS - Registrasi nomor prabayar jasa telekomunikasi dengan validasi data kependudukan dan pencatatan sipil diperlukan untuk meningkatkan keamanan pelanggan. Kebijakan ini juga perlu dilihat sebagai upaya mendorong operator mengalihkan pendapatan ataupun keuntungan dari menjual kualitas layanan, bukan lagi dari hasil penjualan kartu perdana prabayar.
Ketua Program Studi Sarjana Teknik Telekomunikasi di Institut Teknologi Bandung Ian Joseph Matheus Edward mengemukakan pandangan itu, saat dihubungi Minggu (13/5/2018), di Jakarta.
"Promosi kartu perdana prabayar dengan cara banting harga akan merugikan operator sendiri," ujar dia.
Untuk meningkatkan kualitas layanan, operator dapat menambah anggaran pembangunan infrastruktur dari belanja modal. Jaringan diperluas di daerah potensial dan rural. Dampaknya adalah jumlah pelanggan bertambah.
Registrasi nomor prabayar dengan validasi data kependudukan seakan-akan membuat pelanggan lama enggan melakukannya. Kata Ian, ini adalah persepsi yang salah. Pelanggan lama ataupun baru tidak mempermasalahkan kebijakan itu karena komunikasi berbasis layanan telekomunikasi sudah jadi bagian gaya hidup sehari-hari.
"Saat ini suasananya memang belum stabil baik dilihat dari sisi pelaksanaan registrasi maupun sinkronisasi data kependudukan," tutur dia.
Dalam jangka panjang, Ian memandang tata cara pendaftaran seperti itu akan menjadi kebiasaan masyarakat. Apalagi, pemerintah terus memperbaiki sistem dan sinkronisasi data kependudukan, sedangkan operator sudah mempunyai aplikasi pendaftaran handal.
"Gerai tradisional tetap menjual kartu perdana dan isi ulang. Hanya saja, registrasi nomor prabayar bisa menggunakan aplikasi, tinggal foto KTP dan langsung terhubung pusat data kependudukan. Cek sinkronisasi data KTP, kemudian calon pelanggan cukup memasukkan nomor," imbuh dia.
Laporan riset Bahana Sekuritas "Indonesia Telko" (8 Mei 2018) menyebutkan, kebijakan registrasi nomor prabayar dengan validasi data tunggal kependudukan cenderung menurunkan konsensus pendapatan seluler/ pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (ETBIDA). Proyeksi penurunannya sepanjang 2018 sampai sekitar awal 2019 berkisar 3 hingga 30 persen.
Laporan riset mengungkapkan pendapatan seluler PT Indosat Ooredoo turun lebih dari 20 persen pada triwulan I-2018. Pada periode yang sama, operator lain, seperti Telkomsel juga mengalami penurunan 2 persen. Sebagian besar penyebabnya adalah non-aktivasi kartu perdana nomor prabayar di tingkat mitra ritel atau dealer.
Penyesuaian perdagangan layanan seluler berlangsung mulai awal Mei. Laporan riset yang dikaji oleh Daiwa Securities Group ini memperkirakan pendapatan seluler pada operator mulai stabil pada triwulan III-2018, meskipun dipastikan lebih rendah dibanding periode sama tahun 2017.
Metode pendistribusian tradisional bakal bergeser ke model lebih modern, seperti kanal digital. Apabila pergeseran metode distribusi ini bisa dipercepat, maka perolehan pendapatan diharapkan lekas membaik. Apalagi, porsi pendistribusian layanan tidak lagi besar pada penjualan kartu perdana, melainkan isi ulang.
Tanggapan operator
Dalam kesempatan kumpul media nasional, Jumat (12/5/2018) petang, di Lombok Barat, Direktur Utama PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) Ririek Adriansyah mengatakan, masa transisi kebijakan daftar ulang nomor prabayar resmi berakhir tanggal 30 April pukul 24.00. Sampai tanggal itu, Telkomsel mencatat masih ada pelanggan yang belum menunaikan kewajibannya.
Hingga akhir tahun 2017, jumlah pelanggan Telkomsel mencapai sekitar 196,3 juta nomor prabayar dan pascabayar. Dia menyebutkan, lebih dari 50 juta nomor prabayar diblokir karena tidak kunjung didaftarkan ulang. Dari jumlah sebanyak itu, ada nomor-nomor prabayar yang akhirnya didaftarkan ulang.
Menurut Ririek, perusahaannya bekerja keras mengajak pelanggan agar segera melakukan daftar ulang. Misalnya, perusahaan menawarkan bonus produk seluler dan menyiapkan gerai layanan pelanggan nonpermanen di daerah Indonesia bagian timur.
"Rupanya, blokir adalah cara paling efektif agar mereka mau melakukan daftar ulang terhadap nomor prabayar yang dimiliki," ujar dia.
Ririek menuturkan kebijakan registrasi nomor prabayar dengan validasi data tunggal kependudukan berdampak jangka pendek dan jangka panjang. Untuk jangka pendek, beberapa efek yang muncul adalah pendapatan operasional operator menurun karena penjualan kartu perdana nomor yang biasanya sudah aktif menurun.
Kebiasaan orang beli-pakai-buang kartu perdana nomor prabayar akan berkurang. Sebagai gantinya, orang memilih isi ulang. Namun, bisnis isi ulang sekarang belum bisa langsung digenjot.
Dampak jangka panjang adalah kasus-kasus penyalahgunaan nomor prabayar untuk tujuan negatif akan berkurang. Perbaikan kualitas layanan seluler pun berkembang.
Sementara itu, dalam konferensi pers Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pekan lalu, Presiden Direktur dan CEO PT Indosat Tbk, Joy Wahyudi, mengungkapkan secara gamblang bahwa kebijakan registrasi nomor prabayar dengan validasi data tunggal kependudukan menjadi salah satu faktor penyebab menurunnya pendapatan operasional pada triwulan I-2018.
Sebagai gambaran, pendapatan operasional PT Indosat Tbk senilai Rp 5,7 triliun pada triwulan I-2018. Nilai ini menurun 21,9 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, yakni Rp 7,3 triliun. Penurunan itu dipengaruhi oleh faktor menurunnya pendapatan bisnis seluler sebesar 27 persen atau dari Rp 6 triliun pada triwulan I-2017 menjadi Rp 4,4 triliun pada triwulan I-2018.
Sebelum kebijakan registrasi ulang diterapkan Oktober 2017, nomor prabayar yang dijual mitra sudah aktif sehingga bisa segera digunakan konsumen. Setelah kebijakan berlaku, kartu perdana nomor prabayar yang akan dijual kepada konsumen wajib kosong. Dengan kata lain nomornya dilarang diaktifkan terlebih dahulu. Konsumen yang membelilah wajib mengaktifkan melalui cara registrasi dengan data tunggal kependudukan.
Jumlah pelanggan Indosat Ooredoo pada triwulan III-2017 mencapai 97 juta, lalu naik menjadi 110,2 juta saat triwulan berikutnya. Pada triwulan I-2018, jumlah pelanggan turun menjadi 96,1 juta.
Joy menerangkan, pada jangka panjang, perdagangan layanan telekomunikasi akan memiliki bentuk baru. Misalnya, bisnis para mitra ritel tidak lagi banyak digerakkan oleh penjualan kartu perdana nomor prabayar, melainkan isi ulang dan paket layanan seluler.