JAKARTA, KOMPAS — PT Bank Central Asia Tbk menerbitkan obligasi berkelanjutan dengan target indikatif Rp 1 triliun. Selain memenuhi peraturan Otoritas Jasa Keuangan, penerbitan obligasi ini juga untuk meningkatkan struktur penghimpunan dana jangka panjang.
Wakil Presiden Direktur BCA Eugene Galbraith mengatakan, pada tahap pertama, BCA akan menerbitkan obligasi Rp 500 miliar. Penerbitan obligasi merupakan bagian dari rencana aksi untuk memenuhi kewajiban perseroan berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 14 Tahun 2017 tentang Rencana Aksi.
”Sebagai salah satu bank sistemik yang ditetapkan oleh OJK, BCA diwajibkan memenuhi ketentuan dan struktur modal dari dana jangka panjang. Penerbitan ini akan menambah alternatif instrumen investasi bagi investor dan nasabah,” kata Eugene di Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Proses pembelian dan distribusi obligasi berlangsung sejak pertengahan Mei hingga awal Juli 2018. Penawaran dilakukan mulai 15 Mei hingga 30 Mei. Kemudian, hasil penerbitan harus menunggu keterangan resmi penerbitan dari OJK pada 26 Juni. Selanjutnya, obligasi didistribusikan pada 4 Juli 2018.
Eugene menambahkan, penggunaan dana dari penerbitan obligasi subordinasi akan difokuskan untuk pengembangan usaha, terutama pemberian kredit, baik korporasi maupun ritel. Ada tiga tenor yang ditawarkan BCA kepada investor, yakni berjangka waktu 7 tahun, 10 tahun, dan 12 tahun.
Obligasi dengan jangka waktu 7 tahun atau seri A mempunyai rentang kupon 7,5-8,25 persen. Obligasi dengan jangka waktu 10 tahun atau seri B memiliki rentang kupon 7,75-8,75 persen. Sementara obligasi dengan jangka waktu 12 tahun atau seri C memiliki rentang kupon 8-8,75 persen.
”Perhitungan kupon bunga dengan rentang 7,5-8,75 persen mampu memberi margin pada bank untuk salurkan kredit dengan bunga sekitar 10 persen,” ujar Eugene.
Kendati BCA memiliki bantalan modal yang kuat, lanjutnya, bank tetap harus memetakan sumber permodalan jangka panjang. Komitmen tersebut tertuang dalam ketentuan perbankan internasional dan telah disampaikan dalam rencana bisnis bank (RBB) pada akhir 2017.
Modal inti (Tier 1) BCA berkontrbusi sekitar 96 persen terhadap jumlah modal per akhir tahun 2017. Sementara likuiditas BCA terjaga dengan rasio kredit terhadap pendanaan (LFR) mencapai 78,2 persen serta rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 23,1 persen.
”Likuiditas kami sangat baik, sesuai dengan batas minimal yang diinginkan oleh regulator (OJK). Likuiditas ini mencerminkan kesediaan BCA untuk ikut serta dalam mengembangkan penyaluran kredit,” kata Eugene.
Peringkat
Direktur Corporate Banking BCA Rudy Susanto menambahkan, dalam penerbitan obligasi, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) telah memberikan peringkat AAA untuk corporate rating BCA dan AA untuk instrumen obligasi subordinasi BCA. Pemberian peringkat berdasarkan penilaian atas kinerja BCA dalam memenuhi komitmen dan kewajiban keuangan dalam jangka panjang.
Penilaian ini juga didasarkan pada prospek ekonomi Indonesia, kemampuan BCA dalam meraih berbagai peluang penyaluran kredit, manajemen risiko yang hati-hati, dan solidnya pendanaan yang didukung oleh keunggulan di bidang transaksi perbankan.
Hingga akhir 2017, perseroan berhasil menyalurkan kredit Rp 468 triliun atau tumbuh 12,4 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya Rp 415,8 triliun. Pertumbuhan kredit tersebut ditopang oleh pertumbuhan di semua segmen, dengan kredit korporasi tumbuh 14,5 persen menjadi Rp 177,3 triliun pada akhir tahun 2017.
Dia melanjutkan, rasio kredit bermasalah (NPL) BCA terjaga pada level yang relatif rendah, yaitu 1,5 persen. Adapun cadangan kredit Rp 14,6 triliun atau meningkat 5,2 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.