JAKARTA, KOMPAS – Indeks Harga Saham Gabungan kembali melanjutkan pelemahan pada penutupan perdagangan pada Selasa (15/5/2018). Pelemahan ini dinilai sebagai imbas dari defic\sit neraca perdagangan April 2018 yang berada di luar ekspektasi pelaku pasar.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup pada level 5.838,11 melemah 1,83 persen atau 109,03 poin dari penutupan perdagangan hari sebelumnya di level 5.947,15. Adapun neraca perdagangan per April 2018 mengalami defisit sebesar 1,63 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Analis Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, defisit neraca perdagangan menjadi sentimen negatif yang turut andil terhadap kejatuhan IHSG. Sebelumnya, pelaku pasar sempat memperkirakan neraca perdagangan per April 2018 akan mengalami surplus mencapai 1,1 miliar dollar AS.
Tidak hanya bagi IHSG, lanjut Nafan, angka yang di luar harapan investor ini juga mempengaruhi nilai tukar Rupiah. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah terhadap dollar rupiah terdepresiasi 44 poin ke posisi Rp 14.020 per dollar AS.
Koreksi nilai IHSG masih dalam batas wajar dan tidak signifikan
“Koreksi nilai IHSG masih dalam batas wajar dan tidak signifikan. Namun, pasar saham Indonesia tetap membutuhkan sentimen positif untuk kembali menanjak pekan ini mengingat tekanan eksternal akan semakin kuat,” kata Nafan.
Dari sisi eksternal, kenaikan imbal hasil surat utang US Treasury yang hampir mencapai 3 persen telah memberikan sentimen positif bagi penguatan dollar AS. Situasi ini menambah sinyal kuat bahwa Bank Sentral AS The Fed akan menaikkan tingkat suku bunga pada bulan mendatang, sehingga menambah sentimen negatif bagi Rupiah maupun IHSG.
“Para pelaku pasar tengah menantikan keputusan Bank Indonesia dalam menetapkan tingkat suku bunga acuan BI 7-Days Reverse Repo Rate dalam RDG (Rapat Dewan Gubernur) bulan ini. Apapun keputusannya, diharapkan memberikan katalis positif bagi IHSG beserta Rupiah,” ujar dia.
Secara terpisah, Direktur Keuangan PT Bank Central Asia Tbk, Vera Eve Lim, menyatakan perbankan tidak akan serta-merta menaikan suku bunga kredit saat Bank Indonesia menaikan suku bunga acuan. Pasalnya pertumbuhan kredit pada triwulan II-2018 diprediksi akan lebih baik dari periode yang sama tahun lalu.
“Pertumbuhan kredit mendekati akhir triwulan kedua terindikasi sangat baik. Perbankan tidak perlu langsung menaikan bunga kredit agar tidak mengganggu tujuan BI untuk stabilitas nilai tukar rupiah,” kata Vera.
Vera memprediksi BI akan menaikan suku bunga acuan sebesar 25 hingga 50 basis poin. Meski stabilitias fundamen ekonomi makro di dalam negeri masih terjaga dengan baik, nilai tukar rupiah tetap perlu dijaga untuk memperkuat psikologis pelaku pasar.
“Kenaikan suku bunga acuan adalah hal yang positif bagi pasar di dalam negeri. Saya pikir seluruh pasar juga punya ekspektasi yang sama terkait kenaikan suku bunga acuan,” ujarnya.