Proyek Kereta Ringan Jadi Batu Lompatan Adhi Karya
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Proyek kereta ringan menjadi lompatan bagi PT Adhi Karya (Persero) Tbk untuk masuk ke proyek pembangunan kereta ringan lainnya. Proyek transportasi massal tersebut akan didukung proyek pengembangan kawasan atau berorientasi transit di sekitar stasiun.
”Adhi Karya mendapat karunia dengan penugasan membangun LRT. Ini membuat kami memiliki pengalaman untuk penguasaan proyek LRT dari mulai desain sampai pelaksanaan pembangunannya. Dan kita tahu LRT dan semacamnya ini ke depannya akan jadi besar,” kata Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Budi Harto, Selasa (15/5/2018), di Jakarta.
Hingga 4 Mei, pelaksanaan pembangunan proyek kereta ringan Jabodebek fase I mencapai 37,4 persen. Rinciannya, lintas Cawang-Cibubur 59 persen, Cawang-Kuningan-Dukuh Atas 21,2 persen, dan Cawang-Bekasi Timur 33,3 persen. Pembangunan prasarana kereta ringan Jabodebek fase I direncanakan selesai tahun depan. Total nilai proyek tersebut adalah Rp 22,8 triliun.
Menurut Budi, sebagaimana terjadi di kota-kota besar dunia, transportasi berbasis rel menjadi tulang punggung mobilitas warga. Hal itu diyakini akan juga terjadi di kota-kota besar di Indonesia. Kebutuhan transportasi massal berbasis rel yang akan terus tumbuh itulah yang menjadi kesempatan bagi perseroan untuk masuk.
Selain itu, lanjut Budi, PT Adhi Karya (Persero) juga mengembangkan proyek properti berbasis transit (TOD) di sekitar kawasan stasiun kereta ringan melalui anak perusahaannya yang baru, Adhi Commuter Properti (ACP). Diharapkan, lini usaha properti akan menjadi mesin pertumbuhan bagi PT Adhi Karya (Persero) Tbk ke depannya.
”Tahun ini, ACP berkontribusi Rp 2 triliun untuk penjualannya. Tahun depan, kontribusinya akan terus meningkat sampai dalam waktu delapan tahun kita akan memasarkan sampai Rp 55 triliun dari ACP ini,” ujar Budi.
Hingga saat ini, pengembangan kawasan berbasis transit telah dilakukan di 12 lokasi sekitar stasiun kereta ringan. Jumlah itu akan bertambah karena sudah ada titik-titik potensial baru yang akan dikembangkan. Hingga akhir tahun ini, perseroan menargetkan dapat mengakuisisi lahan hingga 200 hektar yang nantinya akan dikembangkan menjadi kawasan berbasis transit.
Direktur Operasi 2 PT Adhi Karya (Persero) Tbk Pundjung Setya Brata mengatakan, pihaknya tengah menjajaki proyek lingkar layang atau loop line di DKI Jakarta. Proyek yang diinisiasi pemerintah tersebut diharapkan dapat mengatasi kemacetan karena pelintasan sebidang. Untuk menjajaki proyek tersebut telah dibentuk konsorsium PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk.
”Kami lihat dulu di beberapa titik, terutama ada simpul-simpul dengan transportasi lainnya. Bentuknya rel ganda. Studinya setahun dan konstruksinya perlu sekitar empat tahun,” kata Pundjung.
Selain proyek transportasi berbasis rel, Direktur QHSE dan Pengembangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk Partha Sarathi menambahkan, proyek terkait penyediaan air minum juga menjadi incaran perseroan. Proyek yang akan dikerjakan adalah jaringan perpipaan air baku Karian Timur, yakni dari Bendungan Karian di Banten ke penampungan air di Jakarta. Dalam proyek itu, perseroan bekerja sama dengan K-Water dari Korea. Proyek serupa dikembangkan di Dumai dan Gresik.
Hingga April, kontrak baru yang didapatkan PT Adhi Karya (Persero) Tbk sebesar Rp 3,8 triliun atau tumbuh 25,9 persen dibandingkan Maret tahun lalu. Kontrak baru tersebut didominasi lini bisnis konstruksi dan energi sebesar 88,2 persen, properti sebesar 9,5 persen, dan sisanya dari lini bisnis lainnya. Kontrak baru tersebut berasal dari badan usaha milik negara (BUMN) 43,2 persen, pemerintah 11,4 persen, dan swasta atau lainnya 45,4 persen. Untuk tipe pekerjaannya, kontrak baru tersebut terdiri dari proyek gedung 71,3 persen, jalan dan jembatan 17,3 persen, dan proyek infrastruktur lainnya.
”Proyek banyak dari BUMN dan pemerintah. Proyek LRT masih mendominasi dari penjualan Adhi Karya,” ujar Budi.