JAKARTA, KOMPAS – Bank dan lembaga jasa keuangan lainnya telah melaporkan informasi keuangan nasabah domestik yang memiliki simpanan Rp 1 miliar ke atas pada April lalu ke Direktorat Jenderal Pajak. Saat ini, otoritas pajak tengah mengompilasi data tersebut untuk kemudian dicek silang dengan Surat Pemberitahuan tahunan pajak penghasilan.
”Sudah banyak data yang masuk, baik dari bank maupun lembaga keuangan di luar perbankan. Sekarang kami sedang mengompilasi dan meneliti data yang sudah masuk, mana sudah lapor dan mana yang belum. Bagi lembaga keuangan yang belum melaporkan, tetap akan kami minta laporannya,” kata Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Hestu Yoga Saksama di Jakarta, Rabu (16/05/2018).
Guna kepentingan penggalian potensi pajak dan menaati perjanjian internasional, pemerintah menerbitkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan ini memberi wewenang kepada DJP mengakses informasi keuangan untuk kepentingan perpajakan dari lembaga jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk itu, lembaga jasa keuangan wajib melaporkan informasi keuangan ke DJP. Informasi keuangan yang dimaksud sedikitnya mencakup identitas pemegang rekening keuangan, nomor rekening keuangan, identitas lembaga jasa keuangan, saldo atau nilai rekening keuangan, dan penghasilan yang terkait dengan rekening keuangan.
Sebagai tahap awal, mulai Februari sampai Maret, hampir 4.000 lembaga keuangan telah mendaftarkan diri ke DJP. Kemudian pada April, banyak lembaga keuangan yang telah melaporkan informasi keuangan nasabahnya masing-masing ke DJP.
Ada yang melaporkan informasi keuangan melalui sistem elektronik. Namun ada pula yang menyampaikan melalui Kantor Pelayanan Pajak. Untuk itu, DJP tengah mengompilasinya.
Bagi lembaga keuangan yang belum melaporkan, Yoga menyatakan, DJP akan memberikan surat teguran untuk segera melaporkan. Sementara untuk data yang telah terkumpul, DJP akan mengompilasi dan mengolahnya.
”Kami akan cek silang dengan SPT. Apakah saldo yang terdapat di informasi keuangan tersebut sudah dilaporkan dengan benar di SPT. Kalau belum atau kalau ada selisih, DJP akan meminta konfirmasi. Jika memang belum dimasukkan atau terdapat selisih, wajib pajak akan diimbau membetulkan SPT. Prinsipnya, DJP selalu mengedepankan pendekatan persuasif,” kata Yoga.
Total rekening bank tercatat di LPS per Desember 2017 berjumlah 242,37 juta rekening dengan nominal mencapai Rp 5.363 triliun. Rekening dengan nilai Rp 1 miliar ke atas sebanyak 518.423 rekening dengan nilai Rp 3.594 triliun. ”Ini yang kami harapkan seluruh masuk dari perbankan saja,” kata Yoga.
tekanan terhadap pemerintah di sektor perpajakan tetap tinggi
Sementara itu, realisasi penerimaan pajak pada triwulan-I 2018 adalah Rp 333,77 triliun atau 17,17 persen dari target setahun sebesar Rp 1894,72 triliun. Dibanding realisasi di periode yang sama pada tahun lalu, pertumbuhannya adalah 9,94 persen.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, melalui siaran pers, memproyeksikan penerimaan pajak sampai akhir tahun akan mencapai 92 persen dari target APBN. Asumsinya, tren realisasi perpajakan ditriwulan I-2018 akan berlanjut hingga akhir tahun.
Proyeksi tersebut, menurut Prastowo, lebih baik dibandingkan realisasi tahun lalu. Meski demikian, tekanan terhadap pemerintah di sektor perpajakan tetap tinggi. Dinamika perekonomian global yang tercermin dalam dua indikator yaitu kenaikan harga minyak mentah dan depresiasi rupiah patut diwaspadai pengaruh dan dampaknya pada pencapaian penerimaan perpajakan.
Untuk itu, Prastowo mendorong agar pemerintah terus melanjutkan program reformasi perpajakan dengan fokus pada perbaikan regulasi, perbaikan prosedur, peningkatan kualitas dan integritas sumber daya manusia, dan peningkatan layanan. Selain itu, perlu segera kebijakan jangka pendek yang dampaknya dirasakan langsung oleh wajib pajak.
”Hal ini penting untuk membangun mutual trust sekaligus memastikan bahwa reformasi perpajakan merupakan pilihan kebijakan terbaik dan menjanjikan pencapaian hasil yang signifikan di masa mendatang,” kata Prastowo.
Prastowo juga mengingatkan, implementasi Automatic Exchange of Information dalam waktu dekat perlu segera dibarengi kesiapan infrastruktur yang memberi kemudahan dan menjamin akurasi data, analisis, dan tindak lanjut. Selanjutnya dengan berbagai basis data dan AEOI, DJP sebaiknya fokus kepada wajib pajak yang tidak patuh, didukung data akurat, dan analisis yang kredibel merupakan pilihan terbaik dan akan berdampak bagi peningkatan kepatuhan pajak secara signifikan. (LAS)