JAKARTA, KOMPAS--Undang-undang Perikanan hasil revisi diharapkan memberi porsi yang lebih besar dalam mengatur aspek hulu-hilir perikanan. Pengaturan kegiatan produksi maupun pasca produksi itu untuk mendorong industrialisasi perikanan di Tanah Air.
Rancangan Undang-undang Perikanan yang saat ini sedang dikaji merupakan revisi terhadap Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.
Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan , Abdul Halim, di Jakarta, Kamis (17/5/2018), menyampaikan, revisi UU Perikanan harus dapat memastikan usaha perikanan berkelanjutan. Caranya, melalui perencanaan dan pemantauan yang lebih baik.
Sejumlah peraturan yang diterbitkan pemerintah dalam 3,5 tahun terakhir memukul sebagian industri perikanan, baik hulu maupun hilir. Peraturan yang disusun pemerintah untuk keberlanjutan usaha perikanan yang bertanggung-jawab selayaknya ditunjang dengan aturan yang mendukung peningkatan produksi dan pengolahan perikanan.
Persoalan yang masih mendera pelaku usaha perikanan tangkap antara lain pengurusan dokumen administrasi perikanan yang lamban. Hal ini menghambat usaha dan peningkatan produksi.
Terkait persoalan itu, sejumlah aturan diusulkan dalam RUU Perikanan, antara lain pengelolaan wilayah perikanan oleh Badan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (BWPP-NRI). Badan ini bertugas memastikan jumlah armada penangkapan ikan yang bisa beroperasi di setiap WPP-NRI berdasarkan keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hal ini terkait estimasi potensi, jumlah tangkapan yang diperbolehkan, dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah pengelolaan perikanan, serta produktivitas kapal penangkap ikan.
Badan itu juga bertugas mendata hasil tangkapan ikan terkini secara digital dan mengevaluasi pelaksanaan perizinan perikanan. “Peran badan itu diperlukan agar perencanaan dan pemantauan usaha perikanan dapat lebih fokus,” kata Halim.
Sementara itu, Ketua Harian Dewan Pimpinan Pusat Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Marthin Hadiwinata, mengemukakan, UU Perikanan selama ini masih menitikberatkan pada kegiatan produksi. Dari 110 pasal, sebanyak 52 persen di antaranya membahas tentang produksi.
Padahal, dari sekitar 13 juta tenaga kerja di sektor perikanan, sekitar 51 persen di antaranya beraktivitas di produksi tangkap dan budidaya, 38 persen di usaha pemasaran, dan 11 persen di sektor pengolahan.
Revisi UU Perikanan diharapkan dapat mendorong daya saing sektor usaha perikanan di Indonesia.