JAKARTA, KOMPAS – Proses seleksi komisioner dan deputi Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera mendekati saat akhir. Komite Tapera akan segera memilih 10 orang untuk calon komisioner beserta empat deputinya untuk kemudian diajukan ke Presiden.
“Kami membahas proses rekrutmen BP Tapera yang panitia seleksinya (pansel) dilakukan oleh Kementerian PUPR. Terkait iuran (pekerja swasta) masih akan kami bahas dengan Menteri Ketenagakerjaan,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, seusai rapat Komite Tapera, Jumat (18/5/2018), di Jakarta. Rapat Komite Tapera tersebut dihadiri Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso, dan anggota Komite Tapera dari kalangan profesional, Sonny Loho.
Pendaftaran calon komisioner dan calon deputi komisioner BP Tapera dimulai 29 Maret dan berakhir 15 April lalu. Pendaftaran dilakukan melalui surat elektronik dan pos. Dari seleksi administratif oleh Komite Tapera, terdapat 6 calon komisioner dan 23 calon deputi komisioner.
Basuki mengatakan, kini Komite Tapera akan fokus untuk menyeleksi calon komisioner BP Tapera dan empat deputi komisioner BP Tapera. Masing-masing jabatan diseleksi hingga tersisa menjadi 2 calon atau total 10 orang.
“Tapi ini belum final. Minggu depan saya akan ajukan lagi ke Komite Tapera. Mudah-mudahan minggu depan dari 3 calon dipilih menjadi 2 calon. Setelah itu kami ajukan ke Presiden. Targetnya minggu depan,” kata Basuki.
Menurut Basuki, Komite Tapera akan mengajukan 10 orang nama ke Presiden. Presiden kemudian akan memilih dan menetapkan 5 orang untuk masing-masing jabatan BP Tapera. Untuk tahap awal, BP Tapera akan mengelola keanggotaan aparatur sipil negara (ASN) yang merupakan peleburan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum).
Untuk keanggotaan dari pekerja swasta, lanjut Basuki, kemungkinan besar akan mulai diwajibkan 7 tahun setelah BP Tapera beroperasi. Sebab, kalangan swasta memerlukan waktu untuk bergabung dengan BP Tapera. Hal itu akan dituangkan ke dalam Peraturan Pemerintah (PP).
“Tadinya kami buka untuk jangka waktu 5 tahun. Tetapi Menteri Ketenagakerjaan minta agar jadi 7 tahun, baru wajib. Mereka (swasta) kan mungkin sudah ada program juga, jadi tidak bisa mendadak. Tentu sudah berdiskusi dengan asosiasi pengusaha,” ujar Basuki.