JAKARTA, KOMPAS--Pencari kerja makin membeludak. Kondisi ini merupakan fenomena biasa di negara yang tengah menikmati bonus demografi seperti Indonesia.
Namun, tantangannya adalah penciptaan lapangan kerja formal yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh melambat. Sementara, laju sektor informal terakselerasi.
”Wajar jika jumlah angkatan kerja rata-rata setiap tahun bertambah. Tantangan utamanya, lapangan kerja yang tercipta setiap tahun tersebut dapat tertampung sebanyak mungkin di sektor formal,” kata Staf Ahli Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Rahma Iryanti di Jakarta, Jumat (18/5/2018).
Mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang bekerja penuh, bekerja tetapi sifatnya sementara, dan penduduk yang tidak bekerja atau pengangguran. Penduduk usia 15 tahun ke atas yang masih sekolah atau kuliah tidak termasuk angkatan kerja.
Selama 20 tahun terakhir, jumlah angkatan kerja meningkat hampir dua kali lipat, dari 93,24 juta jiwa di 1998 menjadi 133,94 juta jiwa di Februari 2018. Hal ini sejalan dengan penambahan jumlah angkatan kerja setiap tahun.
Pada 1998-2008, penambahan jumlah angkatan kerja rata-rata 1,91 juta jiwa per tahun. Pada 2008-2018, penambahannya rata-rata 2,03 juta jiwa per tahun. Bahkan, jika rentang waktunya dipersempit menjadi lima tahun terakhir, penambahannya rata-rata 2,55 juta jiwa per tahun.
”Idealnya, lapangan kerja baru yang tersedia tiap tahun lebih besar dari penambahan angkatan kerjanya. Dengan demikian, jumlah pengangguran absolut akan terus berkurang,” ujar Rahma.
Jumlah pengangguran sempat membengkak. Pada 1998, jumlah pengangguran 5,05 juta jiwa. Pada periode berikutnya, jumlahnya berangsur-angsur meningkat. Pada 2001, jumlah pengangguran melejit menjadi sekitar 8 juta jiwa. Puncaknya pada 2004-2007, ketika jumlah pengangguran konsisten di atas 10 juta jiwa per tahun.
Rekor tertinggi terjadi di 2005, yakni 11,9 juta jiwa. Selanjutnya selama 10 tahun terakhir, jumlah pengangguran berangsur-angsur turun dengan laju yang lambat.
Per Februari 2008, jumlah penggangguran 9,43 juta jiwa. Per Februari 2018, jumlahnya turun menjadi 6,87 juta jiwa. Artinya, dalam satu dekade terakhir, jumlah pengangguran hanya berkurang 2,56 juta jiwa.
Meski jumlah pengangguran terus berkurang, Rahma mengingatkan, lapangan kerja formal tumbuh melambat. Sebaliknya, lapangan kerja informal berakselerasi. Dari 2,53 juta jiwa serapan lapangan kerja selama Februari 2017-Februari 2018, lapangan kerja formal menyerap 1,2 juta jiwa. Sementara, lapangan kerja informal menyerap l,3 juta jiwa.
Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, di Jakarta, berpendapat, angka pengangguran faktual lebih banyak dari data BPS. Sebab, mereka yang bekerja paruh waktu dan sifatnya musiman tidak tergolong pengangguran.
”Padahal, kalau lihat sehari-hari, mereka ini lebih banyak menganggur. Dan jumlahnya banyak,” kata Palupi.