JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Perindustrian mencatat industri pengolahan menyumbang Rp 103,07 triliun dan berkontribusi besar terhadap penerimaan pajak berdasarkan sektor usaha utama periode Januari-April 2018. Peningkatan investasi dan ekspor produk manufaktur menjadi harapan untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional.
”Industri pengolahan memiliki andil cukup besar dalam menyumbangkan pajak nonmigas setiap tahun,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto melalui siaran pers Biro Hubungan Masyarakat Kementerian Perindustrian di Jakarta, Sabtu (19/5/2018).
Kontribusi penerimaan pajak dari sektor perdagangan tercatat Rp 76,41 triliun, pertambangan Rp 28,51 triliun, konstruksi dan realestat Rp 23 triliun, transportasi dan gudang Rp 14,49 triliun, serta sektor pertanian Rp 7,47 triliun.
Merujuk data Badan Pusat Statistik, industri pengolahan nonmigas pada triwulan I-2018 tumbuh 5,03 persen atau meningkat dibandingkan periode sama tahun 2017 sebesar 4,80 persen. Industri mesin dan perlengkapan tumbuh tertinggi, yakni 14,98 persen. Disusul industri makanan dan minuman yang tumbuh 12,70 persen.
Direktur Jenderal Industri Kimia, Tekstil, dan Aneka Kemenperin Achmad Sigit Dwiwahjono mengatakan, investasi di sisi hulu menjadi solusi mengurangi ketergantungan impor bahan baku bagi industri dalam negeri. Importasi di sektor petrokimia saat ini masih sekitar 15 miliar dollar AS.
Industri pengolahan nonmigas pada triwulan I-2018 tumbuh 5,03 persen.
Indonesia-India
Secara terpisah, Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Hubungan Internasional Shinta Widjaja Kamdani menuturkan, komite bilateral Kadin Indonesia dapat ikut mengembangkan hubungan kerja sama ekonomi dan perdagangan dengan negara lain. Kadin Indonesia saat ini memiliki lebih dari 30 komite bilateral.
”Melalui komite bilateral, kita bisa bersama meningkatkan kerja sama, baik di sisi perdagangan maupun investasi,” kata Shinta pada pembentukan Komite India Kadin Indonesia di Jakarta, akhir pekan lalu.
Apalagi, Shinta menuturkan, pada CEO Forum tahun 2016 Indonesia dan India sepakat mengejar target 50:50 dengan total perdagangan dan investasi 50 miliar dollar AS pada 2025. Investasi India meningkat sangat berarti, yakni dari 55 juta dollar AS tahun 2016 menjadi 286,6 juta dollar AS pada 2017.
Di sisi perdagangan, merujuk data BPS, total ekspor Indonesia ke India tahun 2016 sebesar 10,2 miliar dollar AS dengan total impor 2,1 miliar dollar AS. Pada tahun 2017, total ekspor 14,8 miliar dollar AS dengan impor 4,05 miliar dollar AS. ”Meski terlihat peningkatan yang berarti, tetapi masih jauh dari optimal,” kata Shinta.
Shinta menuturkan, Komite India Kadin Indonesia akan memfasilitasi peningkatan hubungan ekonomi kedua negara. Sektor yang sudah disepakati mencakup pertambangan, infrastruktur, manufaktur, farmasi, digital, dan jasa.
Duta Besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat mengatakan, terbuka peluang bagi India dan Indonesia–yang merupakan dua negara berpopulasi besar dengan potensi masing-masing–untuk meningkatkan kerja sama ekonomi demi mengejar target 50:50 tersebut.
Ketua Komite India Kadin Indonesia Satish Mahtani mengatakan, pariwisata, teknologi informasi, dan layanan kesehatan termasuk sektor di Indonesia yang menjadi perhatian pengusaha India.
Ditanya terkait bea masuk minyak sawit mentah, Ketua Komite Tetap Asia Pasifik Kadin Indonesia Bernardino Moningka Vega mengatakan, hal itu merupakan salah satu tantangan dagang. ”Kalau melihat potensi, selain sawit juga masih banyak. Harapan kami dengan eratnya kerja sama ini, penetrasi produk bisa dilakukan secara bersaing. Jadi, ada investasi silang sehingga bea tarif juga bisa turun,” katanya.