JAKARTA, KOMPAS — Bank Indonesia berkomitmen melaksanakan amanat undang-undang untuk menjaga stabilitas nilai rupiah di tengah permasalahan ekonomi global ataupun domestik. Namun, kebijakan perlu dijalankan secara berkesinambungan dengan orientasi hasil jangka panjang.
Hal tersebut disampaikan Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo saat menyampaikan paparan kinerja BI selama 5 tahun masa jabatan 2013-2018 di hadapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi XI di Jakarta, Selasa (22/5/2018).
”Kebijakan BI berorientasi untuk menjaga ekonomi Indonesia yang tumbuh sehat, kuat, berkesinambungan, dan inklusif. Kebijakan BI tidak bisa sekadar mementingkan kepentingan jangka pendek dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang,” kata Agus.
Ia menyatakan, perjalanan tugasnya memimpin BI lima tahun lalu dimulai dengan kondisi perekonomian yang cukup sulit, di mana saat itu bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, terus mengeluarkan sinyal untuk mengurangi stimulus moneter.
Kondisi tersebut diiringi dengan ketidakpastian yang tinggi saat inflasi Indonesia juga menjadi yang tertinggi di negara kawasan. Selanjutnya, pada 2014 terjadi pelebaran neraca transaksi berjalan. Namun, Indonesia mulai berangsur pulih pada 2014.
Selama kurun 2013-2018, Agus berupaya memperkuat tiga fungsi utama BI, yaitu reformulasi kerangka operasional kebijakan moneter berupa implementasi BI 7-Day Reverse Repo Rate, memperkuat manajemen likuiditas bank lewat implementasi giro wajib minimum (GWM), serta pendalaman pasar keuangan melalui pengayaan instrumen dan transaksi pasar uang.
”Di luar itu, BI juga memperkuat organisasi untuk mencapai visi sebagai lembaga Bank Sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil,” ujarnya
Penguatan organisasi dilakukan melalui penyempurnaan kebijakan sumber daya manusia, integrasi manajemen risiko, dan internal audit serta implementasi Arsitektur Fungsi Strategis BI (AFSBI) 2024.
Agus memastikan masa transisi pergantian kepemimpinan tidak akan memengaruhi kinerja BI dalam menjaga stabilitas perekonomian. Sebelumnya Komisi XI DPR secara aklamasi memilih Perry Warjiyo sebagai Gubernur Bank Indonesia periode 2018-2023 menggantikan Agus yang masa jabatannya berakhir pada 23 Mei 2018. Perry akan mulai memimpin Bank Indonesia secara efektif 24 Mei 2018.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, Misbakhun, meminta kontribusi BI lebih besar untuk mendorong ekonomi sembari meningkatkan koordinasi dengan pemerintah sehingga tidak hanya fokus menjaga inflasi dan nilai tukar.
Misbakhun berharap agar Perry Warjiyo selaku Gubernur BI berikutnya mampu menyelaraskan sinkronisasi kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal. Dengan berjalannya dua kebijakan ini secara bersama diharapkan akan membawa dampak baik untuk pertumbuhan ekonomi.
”Dengan bauran dua kebijakan ini bisa memberikan daya dukung terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi sehingga berdampak langsung terhadap kesejahteraan rakyat, mengurangi kemiskinan, dan mengatasi jarak kesenjangan,” ujarnya.
Sementara Ketua Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengatakan, Perry Warjiyo punyatugas penting untuk memastikan keran arus modal keluar (capital outflow) yang akan membuat nilai tukar rupiah semakin tertekan dapat tertutup.
”Rupiah harus dapat segera keluar dari tekanan kurs karena ekonomi Indonesia pada triwulan I-2018 tumbuh di bawah ekspektasi, hanya 5,06 persen, lebih rendah dari triwulan IV-2018 sebesar 5,19 persen,” ujarnya.