Pemerintah Akan Bentuk Program Dana Pengembangan Ketrampilan
Oleh
MEDIANA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan berencana membentuk program Dana Pengembangan Ketrampilan. Program ini bertujuan untuk membantu pembiayaan pelatihan peningkatan kompetensi kepada pekerja berpendidikan rendah serta korban pemutusan hubungan kerja.
Direktur Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan Bambang Satrio Lelono, Senin (21/5/2018), di Jakarta, mengatakan, program itu tengah dimatangkan. Pembahasannya telah dilakukan bersama di tingkat Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Dari pembahasan muncul skema pengumpulan dan sumber dana, seperti anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN), imbal hasil dana jaminan sosial ketenagakerjaan, dan aksi tanggung jawab korporasi.
Mengutip data BPS, Bambang menyebutkan, jumlah angkatan kerja yang menganggur, setengah menganggur, dan bekerja paruh waktu mencapai sekitar 40 juta orang pada Februari 2018. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan Agustus 2017, yakni sekitar 34 juta orang.
"Masalah utama ketenagakerjaan Indonesia adalah kesenjangan ketrampilan atau kompetensi. Masalah ini banyak kami jumpai pada mereka yang menganggur, setengah menganggur, ataupun paruh waktu. Angkatan kerja masih didominasi lulusan pendidikan menengah ke bawah," ujar dia.
Upaya mengatasi telah kementerian coba lakukan melalui balai latihan kerja (BLK). Hanya saja, kendalanya sekarang yaitu hanya sepertiga dari 301 total BLK di seluruh Indonesia berada dalam kondisi baik, dilihat dari keberadaan sarana, kurikulum, dan kapasitas instruktur. Sisanya berada dalam kondisi sedang dan buruk. Akibatnya, tingkat serapan para lulusannya ke pasar kerja kurang mencapai 80 persen.
Bambang beralasan, kekurangan dana menjadi penyebab utama pengelolaan BLK kurang optimal. Sebagai gambaran, anggaran Kementerian Ketenagakerjaan tahun 2017 hanya sanggup mendanai pelatihan ketrampilan atau kompetensi kepada 91.000 orang.
Perusahaan swasta juga turut didorong terlibat. Misalnya, melalui program pemagangan kerja. Sasaran utama adalah lulusan sekolah menengah kejuruan. Pada tahun lalu, sekitar 56.000 orang tenaga kerja mengikuti program itu di 1.051 perusahaan.
"Program Dana Pengembangan Ketrampilan bisa nantinya dikelola oleh badan. Program ini harus dilihat sebagai upaya memfokuskan anggaran pelatihan agar lebih terkoordinatif," katanya.
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar yang dihubungi secara terpisah, menyambut positif rencana pemerintah membentuk Dana Pengembangan Ketrampilan. Rencana ini sudah tepat apalagi di era industri keempat yang membutuhkan tenaga kerja berketrampilan.
"Angkatan kerja Indonesia masih didominasi oleh lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah. Keberadaan Dana Pengembangan Ketrampilan tentu membantu meningkatkan ketrampilan mereka. Kemauan serta komitmen pemerintah merealisasikan dana itu yang ditunggu," ujar dia.
Menurut Timboel, skema pengumpulan dana yang ideal berasal dari iuran anggaran pemerintah dan pengusaha. Akan tetapi, pengusaha umumnya akan menolak dengan pertimbangan kondisi keuangan perusahaan dan pertumbuhan ekonomi Indonesia seperti sekarang.
"Pemerintah dapat menggunakan dari alokasi dana pendidikan di APBN," imbuh dia.
Director of Business Development Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Training Center, M Aditya Warman, berpendapat, hal terpenting adalah komitmen koordinasi lintas kementerian dan lembaga. Pengusaha biasanya akan mau mengikuti.
Dalam hal kebijakan pelatihan dan pendidikan vokasional, pengusaha telah berkomitmen mendukung. Hanya saja, kurikulum yang dikembangkan lembaga pelatihan/pendidikan belum relevan dengan kebutuhan industri. Dari sisi lembaga, sejumlah balai, belum siap memenuhi kecepatan tuntutan industri.
"Sorotan kami lainnya adalah pemerintah seharusnya jangan hanya fokus menyiapkan sekolah/pelatihannya. Penyiapan lapangan kerjanya juga harus diperhatikan," kata Aditya.