JAKARTA, KOMPAS — Penggunaan kuota produk impor dan lokal masih menjadi dilema. Pemerintah ingin melindungi produk lokal, tetapi tak mau menentang aturan dalam Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Rumusan proporsi produk lokal dan impor akan diatur dalam peraturan menteri yang mengikuti Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Transaksi Perdagangan melalui Sistem Elektronik.
”Dalam RPP tertulis terkait pengutamaan produk lokal dalam e-dagang. Namun, secara teknis belum tentu akan memakai sistem kuota,” kata Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan I Gusti Ketut Astawa saat ditemui di Jakarta, Rabu (23/5/2018).
Sejumlah pihak di WTO mempertanyakan rencana kuota produk impor dan lokal. Gusti menyebutkan, WTO tidak ingin ada pembatasan perdagangan mancanegara di Indonesia.
Akan tetapi, lanjut Gusti, pihaknya akan mempertahankan perlindungan terhadap produk dalam negeri. Sistemnya akan diatur dalam peraturan menteri yang akan diterbitkan paling lama enam bulan setelah RPP terbit.
Ia menambahkan, RPP masih harus dibahas dalam satu pertemuan lagi yang ditutup dengan paraf dari Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia. Pembahasan itu diharapkan dapat berlangsung sebelum libur Lebaran 2018.
Penerapan kuota 20 persen produk impor dan 80 persen produk lokal sudah diatur untuk ritel. ”Kami ingin perlakuan terhadap pelaku dagang elektronik sama seperti kami,” ucap Ketua Bidang Komunikasi dan Media Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Fernando Repi.
Dari segi perlindungan produk lokal dan pembatasan impor, Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto mengatakan, Indonesia dapat menggunakan skema penghalang nontarif (non-tariff barrier). Bentuknya berupa Standar Nasional Indonesia (SNI) atau sertifikasi halal.
Direktur Eksekutif Nielsen Company Indonesia Yongky Susilo berpendapat, SNI perlu diterapkan serentak pada produk lokal agar dapat bersaing. Kontrol kualitas, cara promosi, hingga pengemasan produk harus diperhatikan dan memenuhi standar.
Ritel tumbuh
Dalam kesempatan yang sama, Repi memaparkan, ritel tumbuh 1-1,5 persen pada triwulan pertama. Angka ini melambat 1 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Namun, Repi menargetkan, akhir tahun 2018 pertumbuhan ritel dapat berkisar 5-6 persen. Optimisme itu didasari kenaikan kinerja ritel sebesar 25-35 persen saat menjelang Idul Fitri dan 45 persen pada hari-H.
Untuk mencapai target itu, Repi mengharapkan pemerintah dapat mengendalikan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS di bawah Rp 14.000. Pelemahan rupiah berdampak pada kenaikan 3-5 persen terhadap harga konsumen.
Optimisme pertumbuhan ritel juga dipegang Managing Director Sogo Indonesia Handaka Santosa. Saat ini, pertumbuhan Sogo di bidang fashion meningkat 15 persen.
Handaka menambahkan, pihaknya menggencarkan sosialisasi promosi Lebaran 2018 melalui media sosial untuk datang dan merasakan pengalaman berbelanja di toko fisik. Dia ingin membuat pelanggan terikat dengan pelayanan di toko.
Menurut Yongky, momentum Lebaran 2018 memicu kenaikan impor pada April 2018. ”Pertumbuhan April year-on-year sebesar 2,4 persen, padahal sebelumnya -1 persen. Hal ini menandakan, setelah barang impor peritel ini sampai, aktivitas perekonomian mereka meningkat lagi,” tuturnya.