JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah disebut tak punya banyak pilihan terkait kenaikan harga minyak mentah yang menekan harga jual bahan bakar minyak. Pilihan pemerintah hanya dua, yaitu menambah subsidi energi atau menaikkan harga jual bahan bakar minyak. Meminta PT Pertamina (Persero) menanggung selisih harga dinilai kurang tepat.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, seandainya harga minyak mentah menyentuh level 100 dollar AS per barrel dan posisi nilai tukar Rp 14.000 per dollar AS, harga keekonomian BBM mencapai Rp 11.000 per liter. Mengantisipasi kondisi tersebut, pemerintah sebaiknya bersikap tegas. Apabila memutuskan tidak menaikkan harga, perubahan APBN 2018 perlu dilakukan.
”Bukan dengan membebankan pada Pertamina (untuk menanggung selisih harga jual BBM dengan harga keekonomian). Secara administrasi itu kurang tepat,” kata Komaidi, Kamis (24/5/2018), di Jakarta.
Cara lain, lanjut Komaidi, jika tidak menambah subsidi, adalah dengan menaikkan harga jual BBM. Namun, pemerintah sudah memutuskan tidak akan menaikkan harga demi menjaga daya beli masyarakat. Keputusan pemerintah tersebut ibarat janji yang harus ditepati.
”Atau ada pilihan moderat, yaitu menaikkan sedikit harga BBM dan sisanya ditutup dengan subsidi,” ujar Komaidi.
Hingga Kamis sore di laman Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent dipatok 79,43 dollar AS per barrel dan jenis WTI 71,56 per barrel. Harga itu disebut-sebut yang tertinggi sejak harga minyak merosot menjelang akhir 2014. Sejumlah pengamat bahkan memprediksi harga minyak dapat mencapai 100 dollar AS per barrel pada tahun ini.
Naiknya harga minyak mentah menekan harga jual BBM jenis premium dan solar bersubsidi. Sejak 1 April 2016, harga kedua jenis BBM tersebut praktis tak berubah, yakni Rp 6.450 per liter untuk premium dan Rp 5.150 per liter untuk solar bersubsidi. Pemerintah hanya memberikan subsidi tetap untuk solar sebesar Rp 500 per liter.
Pemerintah berdalih, struktur anggaran masih mampu menghadapi tekanan kenaikan harga minyak mentah. Menurut pemerintah, setiap kenaikan harga minyak mentah 1 dollar AS per barrel, penerimaan negara bertambah Rp 2,8 triliun sampai Rp 2,9 triliun. Adapun penambahan subsidi berkisar Rp 2,5 triliun hingga Rp 2,6 triliun.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi, mengatakan, melonjaknya harga minyak mentah tak membuat harga BBM jenis premium dan solar bersubsidi naik. Pemerintah tetap berupaya menjaga daya beli masyarakat. Kenaikan harga minyak sekarang ini berpotensi menambah penerimaan negara sebesar Rp 64 triliun dengan catatan asumsi makro APBN 2018 tidak berubah.
”Harga BBM seperti solar, premium, dan minyak tanah tidak naik hingga 2019. Adapun penyesuaian harga BBM lainnya perlu persetujuan pemerintah terlebih dahulu. Itu dalam rangka meningkatkan kestabilan ekonomi dan sosial masyarakat serta mempertahankan daya beli masyarakat,” ujar Agung.
Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Partai Golkar Eni Maulani Saragih mengatakan, pemerintah dipersilakan menambah anggaran subsidi BBM. Namun, rencana tersebut harus mendapat persetujuan DPR. Ia memaklumi seandainya subsidi BBM ditambah lantaran lonjakan harga minyak mentah.
Pemerintah tengah mengkaji rencana penambahan subsidi BBM. Besaran subsidi yang diusulkan adalah Rp 1.000 per liter untuk solar. Seandainya dikabulkan, besaran subsidi solar menjadi Rp 1.500 per liter. Kementerian ESDM sudah mengajukan usulan penambahan subsidi tersebut kepada Kementerian Keuangan.