Momentum Dongkrak Ekspor Terlewatkan
Di pasar internasional, harga komoditas udang justru melemah sejak April lalu. Pelemahan harga ekspor udang berlangsung ketika harga pakan yang mengandalkan bahan baku impor merangkak naik.
Ketua Shrimp Club Indonesia Iwan Sutanto mengemukakan, kondisi pelemahan rupiah tidak bisa dijadikan momentum kenaikan harga ekspor udang, karena banjir suplai udang dari India. Lonjakan suplai udang tersebut menyebabkan harga udang dunia untuk semua ukuran (size) terkoreksi.
Harga udang asal Indonesia, misalnya, merosot hingga Rp 20.000 per kg. Penurunan harga terbesar yakni pada udang berukuran 40 ekor per kg (size 40), yakni dari Rp 90.000 kg menjadi Rp 70.000 per kg. Selain itu, udang size 50, yakni dari rata-rata Rp 85.000 per kg menjadi Rp 65.000 per kg.
“(Penurunan) ini membuat syok pembudidaya udang. Harga udang dunia yang melemah menjadi kerisauan kita, di saat harga pakan udang justru sedang naik,” kata Iwan.
Di sisi lain, China sebagai pengimpor terbesar udang dunia sedang mengurangi impor karena stok berlebih. Menimbunnya stok udang di tingkat pemasok dan penurunan harga dunia membuat importir udang di negeri tirai bambu itu menekan pembelian.
Dampak pelemahan harga komoditas perikanan di pasar internasional juga berdampak pada industri pengolahan ikan. “Harga pasar internasional sedang turun, jadi dampak pelemahan nilai tukar rupiah tidak berdampak signifikan (untuk mendongkrak ekspor),” kata Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Pengolahan dan Pemasaran Produk Perikanan Indonesia (AP5I) Budhi Wibowo.
Sementara itu, kenaikan harga justru terlihat pada pakan ikan dan udang yang mengandalkan komponen bahan baku impor. Beberapa bahan baku impor yang memicu kenaikan harga pakan antara lain bungkil kedelai (SBM) dan tepung ikan (fish meal).
Harga pasar internasional sedang turun, jadi dampak pelemahan nilai tukar rupiah tidak berdampak signifikan
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) Denny D Indradjaja, menyatakan, ketergantungan komponen impor untuk bahan baku pakan ikan berkisar 20 persen, sedangkan untuk pakan udang berkisar 30 persen. Program pakan mandiri yang digagas pemerintah dinilai belum memadai untuk menggantikan pakan pabrikan. Meningkatnya harga biaya produksi diprediksi akan menaikkan harga jual komoditas perikanan budidaya.
Produk Olahan
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan Nilanto Perbowo, mengemukakan, kinerja ekspor perikanan di triwulan I (Januari-Maret) 2018 meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu (y-o-y). Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dinilai merupakan momentum untuk peningkatan ekspor perikanan.
Di tengah momentum untuk meningkatkan ekspor perikanan, pihaknya berharap industri pengolahan bergerak cepat menaikkan produksi, antara lain memanfaatkan bahan baku impor. “Kami menginginkan industri pengolahan bisa cepat memanfaatkan momentum (ekspor) ini dengan menggunakan bahan baku impor untuk meningkatkan produk olahan yang bisa diekspor,” katanya.
“Pelemahan nilai tukar rupiah seharusnya mendorong nilai ekspor perikanan lebih bagus. Usaha perikanan domestik seharusnya diuntungkan. Mudah-mudahan memasuki bulan Juni-Agustus kecenderungan ekspor akan naik,” katanya.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan, total nilai ekspor hasil perikanan selama triwulan I (Januari-Maret) 2018 tercatat 1,154 miliar dollar AS atau meningkat 22,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 962,583 juta dollar AS. Kenaikan nilai ekspor terbesar pada komoditas cumi, sotong dan gurita.
Sektor perikanan seharusnya bisa memanfaatkan pelemahan rupiah terhadap dollar AS untuk mendongkrak neraca perdagangan
Sedangkan, data Badan Pusat Statistik menunjukkan, nilai ekspor produk perikanan tangkap selama Januari-Februari 2018 sebesar 46,9 juta dollar AS atau tumbuh tipis 0,08 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu 46,866 juta dollar AS. Sedangkan, komoditas perikanan budidaya yakni 36,8 jta dollar AS atau naik 54 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Beberapa komoditas ikan hasil tangkap yang mengalami penurunan ekspor dalam Januari-Februari 2018 antara lain ikan segar -4,95 persen, udang tangkapan -4 persen, dan ikan hidup -26,68 persen.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengemukakan, sektor perikanan seharusnya bisa memanfaatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS untuk lebih mendongkrak neraca perdagangan. Untuk komoditas ekspor perikanan, nilai tukar dollar AS yang tinggi menguntungkan pelaku usaha.
“Surplus perikanan seharusnya bisa lebih besar lagi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Kami harapkan ekspor perikanan pada triwulan II-2018 jauh lebih bagus, dan orang pasti akan lebih senang mengekspor barangnya,” kata Susi.