JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berencana menurunkan harga eceran tertinggi atau HET beras medium sebesar Rp 500 per kilogram dari angka yang berlaku saat ini. Harapannya, harga beras turun dan semakin terjangkau masyarakat konsumen.
Sebelumnya, pemerintah menetapkan HET beras melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 57 Tahun 2017, antara lain mengatur HET beras medium Rp 9.450 per kg di sentra produksi dan Rp 10.250 per kg di luar sentra. Ketentuan itu berlaku sejak September 2017.
Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, keputusan penuruan HET itu masih dirumuskan dalam permendag. ”Kami telah memutuskan penurunan HET beras medium itu dalam rapat,” ujarnya saat ditemui di kantornya, Rabu (30/5/2018).
Namun, rencana penurunan HET beras belum akan diikuti revisi harga pembelian pemerintah (HPP) gabah/beras yang menjadi instrumen perlindungan bagi petani. HPP masih akan mengacu Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2015 yang antara lain mengatur HPP gabah kering panen (GKP) di tingkat petani Rp 3.700 per kg dan gabah kering giling (GKG) Rp 4.600 per kg.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman berpendapat, aturan HPP saat ini sudah memberi kesempatan bagi gabah petani untuk dibeli Perum Bulog. ”Ada juga instrumen fleksibilitas HPP dan harga di luar kualitas,” katanya saat ditemui terpisah di Jakarta.
Ketua Umum Perkumpulan Insan Tani dan Nelayan Indonesia (Intani) Guntur Subagja mengatakan, petani dapat menjual GKP di angka Rp 4.000-5.000 per kg. Penjualan di atas HPP itu disebabkan tingginya ongkos produksi.
Jika HET terbaru direalisasikan, Guntur berharap bantuan produksi padi di tingkat petani lebih efektif. Pemerintah juga harus memastikan pembagian pupuk subsidi merata dan penanganan pascapanen lebih efisien.
”Jangan sampai turunnya HET justru menekan harga gabah petani. Kami berharap pemerintah dapat melindungi masyarakat konsumen beras tanpa mengorbankan petani,” ujarnya.
Turunnya HET dan HPP tak direvisi berpotensi membuat petani sulit menikmati keuntungan. Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizkia Respatiadi berpendapat, rencana penurunan HET hanya meredam harga di tingkat konsumen, tetapi tidak memperhitungkan biaya yang ditanggung petani dan pedagang. Dia menyarankan pemerintah fokus mengefektifkan dan mengefisiensikan rantai distribusi beras.
Di sisi lain, pedagang kecil diminta menurunkan harga jual agar sesuai dengan HET yang nantinya akan diterapkan. ”Hal ini juga menyulitkan pedagang karena modal (pedagang) untuk mendapatkan beras lebih besar dari HET,” kata Hizkia.