JAKARTA, KOMPAS — Pembangunan pusat belanja atau ritel mulai bergeliat dengan hadirnya proyek baru di beberapa kota besar. Proyek baru pusat perbelanjaan cenderung menjadi pelengkap dari proyek superblok yang digarap pengembang.
Salah satu proyek yang diresmikan adalah Transmart Bogor milik PT Trans Retail Indonesia di Kota Bogor, Kamis (31/5/2018). Transmart tersebut mencakup wahana permainan (theme park), Mini Trans Studio, restoran dan kafe, serta bioskop.
Sementara itu, Kawan Lama Group bekerja sama dengan Sinar Mas Land membangun sejumlah mal dalam kurun 5 tahun ke depan sebagai bagian dari pengembangan usaha properti superblok (mixed use). Beberapa wilayah yang dibidik adalah Cibubur, Bekasi, Surabaya, dan Makassar.
CEO Retail and Hospitality Sinar Mas Land Alphonzus Widjaja mengatakan, tahap awal kerja sama pengembangan mal adalah mal Living World di Kota Wisata Cibubur di areal seluas 8,5 hektar dengan nilai investasi Rp 1,2 triliun. Sinergi dua perusahaan itu merupakan bagian dari pembangunan kawasan superblok yang mencakup permukiman, bisnis dan perdagangan, jasa, serta rekreasi.
Proyek mal di Cibubur dijadwalkan mulai dibangun pada triwulan I-2019 serta ditargetkan tuntas dan dioperasikan pada triwulan I-2021. Selain untuk melengkapi pembangunan kota baru, mal dibidik sebagai pusat rekreasi, hiburan, dan belanja dengan segmen menengah ke atas.
”Kedua perusahaan menyadari bahwa kondisi market saat ini lebih kompetitif. Kerja sama ini bertujuan mengembangkan berbagai produk properti di wilayah strategis,” katanya.
Pelengkap
Senior Associate Director Research Colliers International Indonesia Ferry Salanto, di Jakarta, Sabtu (6/1/2018), mengatakan, di tengah stagnasi pasar ritel, pengembang masih melihat peluang pengembangan pusat perbelanjaan. Sebagian besar pembangunan mal merupakan pelengkap dari proyek properti superblok (mixed use). Pembangunan mal yang berdiri sendiri semakin terbatas karena imbal hasil dari penyewaan ruang ritel cenderung lama.
”Proyek-proyek pusat perbelanjaan yang baru kebanyakan merupakan bagian dari pembangunan properti terintegrasi, dan jarang berdiri sendiri. Pembangunan pusat perbelanjaan cenderung menjadi penunjang dari pengembangan proyek properti di suatu kawasan,” katanya.
Ia memprediksi, pertumbuhan pusat perbelanjaan atau ritel masih cenderung stagnan dalam dua tahun ke depan. Hal itu ditandai tingkat keterisian (okupansi) dan tarif sewa yang cenderung stagnan. ”Bagi penyewa, ini merupakan waktu yang tepat untuk masuk. Namun, tantangannya adalah daya beli konsumen,” ujarnya.
Data Colliers International Indonesia menunjukkan, tingkat keterisian pasar ritel di Jakarta pada triwulan I (Januari-Maret) 2018 masih setara dengan tahun 2017, yakni 83,5 persen. Persaingan antara pusat perbelanjaan dan belanja daring masih akan berlanjut pada tahun 2018.