Pelemahan rupiah berdampak lebih cepat dan lebih negatif terhadap perekonomian RI daripada dampak kenaikan suku bunga terhadap perekonomian. Hal itu antara lain yang membuat Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate sebesar 50 basis poin dalam waktu dua pekan, menjadi 4,75 persen.
Kendati masih ada kemungkinan BI menaikkan lagi suku bunga acuan, namun Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menegaskan, langkah preemtif itu akan dilakukan secara terukur. Berikut petikan wawancara Kompas dengan Perry di kantornya, pekan lalu.
BI sudah menaikkan suku bunga acuan sebagai langkah preemtif. Namun, ketidakpastian masih ada. Kapan BI merasa langkah preemtif ini cukup?
Kalau alasan domestik sebetulnya ada, tapi tidak sekuat luar negeri. Alasan satu-satunya di dalam negeri kalau rupiah melemah dan inflasi naik. Oleh karena itu, dalam mengkomunikasikannya, kalibrasi ekonomi keuangan domestik dan global dilakukan untuk memanfaatkan ruang kenaikan suku bunga secara terukur. Kata-katanya, kita menaikkan suku bunga, tapi secara terukur. Ini arahan kita ke depan.
Apa yang dipertimbangkan dan seberapa besar?
Inflasi 3,6 persen tahun ini, defisit transaksi berjalan di bawah 2,5 persen produk domestik bruto (PDB). Di domestik, alasan menaikkan suku bunga tidak terlalu kuat. Saat menaikkan suku bunga acuan 25 basis poin, masih ada kemungkinan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat, The Fed, naik tiga kali. Namun, ada imbal hasil tresuri AS yang naik. Atas dasar itu, kami katakan, 25 basis poin akan dilakukan terukur. Secara bottom line, kemungkinan suku bunga acuan BI naik lagi, ada. Tapi jangan dibayangkan kenaikan yang tinggi dan secara terus-menerus. Saya tidak dapat menyampaikan secara eksplisit. Dengan petunjuk itu, pelaku pasar bisa menghitung. Jangan bayangkan kenaikan suku bunga acuan akan meroket. Secara terukur maksudnya begitu. Ini akan kami kalibrasi dalam Rapat Dewan Gubernur pada 27 juni.
Beberapa kali pemerintah menyampaikan, suku bunga harus rendah. Apakah kenaikan suku bunga acuan ini sudah dikomunikasikan dengan pemerintah? Atau justru sebagai bagian dari independensi BI?
Komunikasi penting. Di sini pentingnya pemerintah, BI, dan otoritas terkait, khususnya Otoritas Jasa Keuangan, menempatkan kewenangan dan mandat masing-masing dalam konteks interdependensi. Independensi dalam interdependensi. Institusi sadar kalau keberhasilan yang dilakukannya sangat ditentukan kalau berkolaborasi dengan institusi lain. Spirit ini yang saya sampaikan kepada presiden. Kami diskusi mengenai ekonomi dan segala macam. Presiden menjunjung independensi BI.
Kami menempatkan independensi dalam interdependensi. Jadi kami sepakat dalam koordinasi yang lebih erat dan membahas langkah-langkah bersama. Kalau masalah suku bunga, Presiden menyerahkan kepada BI. Saya dan BI melihat keberhasilan BI akan sangat tergantung dan menjadi lebih positif kalau kami semakin erat berkoordinasi, antara lain dengan Menteri Koordinator bidang Perekonomian dan Menteri Keuangan, dalam spirit saling menghargai kewenangan masing-masing. Konferensi pers bersama adalah testimoni, kalau kita harus bersama memajukan perekonomian RI dalam berbagai tekanan yang terjadi. Salah satunya adalah kesediaan memperkuat koordinasi.
Bagaimana mengendalikan "sakit" akibat kenaikan suku bunga terhadap pertumbuhan ekonomi RI?
Kita harus mengurai berbagai faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi kita belum meningkat secara cepat karena pemulihan berjalan lambat akibat beberapa faktor. Harga komoditas naik, pertumbuhan ekonomi luar Jawa naik, tapi belum pada tingkat yang bisa mendorong konsumsi, apalagi mendorong ekspor dari Jawa ke daerah-daerah ini.
Kalau kondisi global seperti ini, rupiah tidak bisa menguat. Pilihan kita, akan membiarkan melemah terus atau mengkombinasikan dengan suku bunga. Perhitungan kami, dikombinasikan dengan suku bunga, preemtif masih lebih baik karena dampak pelemahan rupiah terhadap pertumbuhan ekonomi bisa lebih segera daripada menaikkan suku bunga. Sepanjang suku bunga terukur, bukan membabi buta. Bauran kebijakan harus pas meramunya. Relaksasi makro prudensial disiapkan. Baru terasa pahit, sudah ada yang manis. Saya sudah sampaikan, makroprudensial cepat-cepat direlaksasi. Kami ingin segera merelaksasi makroprudensial karena transmisi ke pembiayaan bisa lebih cepat. Misalnya, di sektor properti. Semua hal ini harus dikomunikasikan. Saya akan ketemu dengan dunia usaha, perbankan, ekonom, analis, dan sebagainya.
Apakah ini termasuk langkah menjaga ekspektasi pasar?
Suku bunga adalah satu dari empat langkah jangka pendek yang kami lakukan. Satu, menaikkan suku bunga. Dua, intervensi ganda. Tiga, likuiditas di pasar tersedia. Empat, komunikasi. Saya sering mengatakan, kalau secara teori, ekspektasi didasarkan pada informasi yang dimiliki. Kalau saya tahu fundamen, kemudian memprediksi nilai tukar, maka tidak akan percaya bisa Rp 17.000 per dollar AS. Kualitas informasi menentukan ekspektasi terhadap sesuatu. Jangan sampai dunia usaha lebih mendengarkan informasi yang kualitasnya dipertanyakan daripada yang berdasarkan data.