Bambu merupakan bahan arsitektural yang memiliki nilai-nilai berkelanjutan karena bisa tumbuh dalam waktu yang lebih singkat dibanding pohon-pohon lain. Namun, di Indonesia, penggunaan bambu sebagai bahan arsitektural belum maksimal. Diperkirakan, pengelolaan bambu di Indonesia baru mencapai delapan persen dari total pengelolaan bambu secara global.
Ros, pendiri dan CEO Mohoi, produsen dekorasi rumah, ingin mempromosikan gaya hidup yang berkelanjutan melalui produk yang ia buat dari bahan bambu. ”Saya menggunakan bahan bambu karena mereka tumbuh lebih cepat dan mudah. Selain itu, bambu juga menghasilkan lebih banyak oksigen dibanding pohon lain,” ujarnya ketika ditemui di pameran CASA Indonesia 2018, Jakarta Selatan, Minggu (3/6/2018).
Delapan bulan setelah ditebang, pertumbuhan bambu mencapai enam meter (Sebelumnya, bambu itu perlu dirawat selama empat tahun tanpa dipotong). Sebagai perbandingan, pohon jati yang ditebang memerlukan waktu hingga sepuluh tahun sebelum bisa ditebang lagi.
”Prinsip saya adalah mengurangi dampak negatif penebangan pohon kepada alam. Untuk itu, saya mengurangi penggunaan bahan kayu. Produk saya terbuat dari 80 persen bambu dan 20 persen kayu,” kata Ros.
Dengan mengurangi penggunaan bahan kayu dan menggantinya dengan bambu, Ros percaya, lingkungan alam akan lebih terjaga. Untuk mempromosikan prinsip itu, ia ingin mengembangkan mereknya dengan berpartisipasi dalam ajang pameran atau perlombaan desain. ”Pesan mengenai gaya hidup sustainable bisa saya sampaikan melalui desain produk yang menarik dan modern,” tambah Ros.
Adhie Nugraha, Desainer Furnitur dan juga Dosen di Institut Teknologi Bandung, menekankan pentingnya desain dalam usaha kerajinan tangan. ”Desain dan furnitur perlu berkolaborasi untuk menghasilkan produk yang kompetitif. Kreativitas, jaringan, dan kolaborasi merupakan tiga strategi utama yang perlu diperhatikan untuk menciptakan produk yang menarik,” tuturnya.
Menurut Adhie, salah satu gaya yang sedang dalam tren saat ini adalah kerinduan masyarakat akan kerajinan buatan tangan. ”Handmade craft memberikan sentuhan kehangatan dan itu menjadi sangat personal,” tambahnya.
Salah satu produk yang bisa ditemukan di gerai Ros saat pameran CASA Indonesia 2018 adalah wood speaker atau pengeras suara yang terbuat dari bahan bambu. Tanpa mesin, pengeras suara berbentuk kotak dan corong itu meningkatkan volume audio yang dimainkan dari gawai pintar Anda. Di bagian atas pengeras suara itu ada lubang tipis selebar gawai pintar di mana Anda bisa meletakkan gawai pintar itu.
”Speaker biasa lain (dengan mesin) tentunya menghasilkan suara yang lebih merdu. Namun, ketika rusak, mereka dibuang dan menjadi limbah. Sementara itu, pengelolaan sampah di Indonesia belum secanggih negara lain,” kata Ros.
Dalam proses membuat produknya, Ros perlu meyakinkan bambu yang diolahnya itu tidak akan rawan jamur, rayap, dan bakteri. Untuk itu, bambu yang telah ditebang dibiarkan kering terlebih dahulu selama dua hingga tiga hari. Bambu itu kemudian dikukus menggunakan air yang dicampur dengan tawas untuk mengeluarkan gula yang terkandung di dalam. Kandungan gula itulah yang biasanya menyebabkan munculnya jamur, rayap, dan bakteri. Terakhir, bambu itu diasapi.