KUDUS, KOMPAS - Pemerintah menyiapkan insentif fiskal untuk mendorong perusahaan mengembangkan riset dan pengembangan di Indonesia. Inovasi menjadi dasar kekuatan industri untuk berkompetisi di era persaingan yang semakin ketat.
"Saat ini pemerintah sedang menyiapkan regulasi terkait insentif pajak inovasi. Ini untuk mendorong perusahaan-perusahaan memiliki R&D (riset dan pengembangan) sehingga nilai tambah tertinggi ada di Indonesia," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat berkunjung ke PT Hartono Istana Teknologi (Polytron) di Kudus, Jawa Tengah, Senin (4/6/2018).
Rencananya, biaya riset, pengembangan, dan pelatihan akan diperhitungkan sebagai biaya yang digandakan untuk mengurangi pendapatan bruto perusahaan. Dengan demikian, kewajiban pembayaran pajak perusahaan akan berkurang.(Kompas, 16/3/2018)
Selama ini biaya riset dan pengembangan sudah dihitung sebagai biaya. Artinya, biaya tersebut sudah menjadi komponen pengurang pendapatan bruto perusahaan. Pendapatan bersih merupakan basis penghitung pajak penghasilan badan.
Pemerintah menempatkan industri elektronika sebagai salah satu dari lima sektor yang pada tahap awal diprioritaskan dalam implementasi industri 4.0. Empat sektor lainnya adalah industri makanan dan minuman, tekstil, kimia, dan otomotif.
Biaya riset, pengembangan, dan pelatihan akan diperhitungkan sebagai biaya yang digandakan untuk mengurangi kewajiban pembayaran pajak perusahaan.
Airlangga menambahkan, besaran insentif masih dibahas. "Intinya semua sudah bersepakat, tinggal mekanismenya sedang dibahas, targetnya selesai dalam waktu dekat," kata Airlangga.
Pemerintah berharap, ke depan industri elektronika bisa menjadi andalan untuk substitusi impor dan mendongkrak ekspor Indonesia.
Dampak insentif
CEO PT Hartono Istana Teknologi, Hariono menuturkan, salah satu kunci bagi perusahaannya, berdiri sejak tahun 1975 dengan merek utama Polytron, adalah inovasi. Lewat inovasi, Polytron mampu bertahan meski terjadi persaingan ketat dengan produk elektronika asal Eropa, Jepang, dan Korea Selatan.
Produk-produk Polytron saat ini dijual di seluruh Indonesia dan juga diekspor ke 52 negara lebih di dunia. "Sekitar 95 persen penjualan di domestik. Sisanya, 5-7 persen untuk ekspor, antara lain ke ASEAN, Timur Tengah, dan Eropa," kata Hariono.
Rencana pemerintah memberikan insentif bagi riset dan pengembangan atau inovasi dinilai bakal berdampak positif bagi pengembangan industri dalam negeri. "Apalagi investasi untuk riset dan pengembangan butuh biaya tinggi. Kalau tidak punya volume untuk menjual di pasar ya susah. R&D untuk produk televisi LED yang 40 inch, misalnya, investasinya bisa sampai 500.000 dollar AS," kata Hariono.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian Harjanto menambahkan, industri dalam negeri seperti Polytron patut didorong. Apalagi Polytron tidak sekedar pabrik perakitan tetapi juga memiliki fasilitas riset dan pengembangan.
Industri elektronika memiliki peluang pasar besar di Indonesia. Apalagi pemanfaatan produk elektronika menjangkau berbagai sektor.
Pada kunjungan ke Polytron tersebut, Airlangga mengatakan, penggunaan produk industri dalam negeri perlu terus didorong. Populasi Indonesia yang besar berarti ada potensi besar pula bagi industri.
Airlangga mencontohkan perkembangan bioskop di Tanah Air belakangan yang membutuhkan peranti pengeras suara. Boks pengeras suara yang biasanya berbahan kayu dinilai akan lebih efisien kalau dibuat di dalam negeri. Indonesia juga mengembangkan sarana transportasi massal termasuk LRT yang dinilai membuka peluang bagi pemasok produk elektronika.