JAKARTA, KOMPAS - Inflasi Mei 2018 yang bertepatan dengan awal Ramadhan cenderung lebih rendah dibandingkan bulan puasa tahun-tahun sebelumnya. Namun, gejolak harga daging dan telur ayam patut diwaspadai.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan yang disampaikan Senin (4/6/2018) menyebutkan, inflasi Mei 2018 mencapai 0,21 persen sehingga inflasi selama Januari-Mei 2018 mencapai 1,3 persen.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berpendapat, inflasi Mei 2018 merupakan yang terendah jika dibandingkan dengan awal Ramadhan tiga tahun terakhir. Awal Ramadhan 2016, inflasi sebesar 0,66 persen, sementara tahun lalu 0,39 persen. "Angka (0,21 persen) ini menunjukkan kuatnya komitmen Bank Indonesia dan pemerintah dalam mengendalikan harga," ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai rendahnya angka inflasi itu sebagai wujud usaha pemerintah menjaga daya beli masyarakat melalui stabilitas harga dan pasokan pangan secara umum. Dia optimistis inflasi dapat dijaga di sekitar target 3,5 persen.
Namun demikian, Kepala BPS Suhariyanto menyataka, pemerintah perlu mewaspadai komoditas daging dan telur ayam. "Sejak awal Mei (2018), harga dua komoditas ini naik. Permintaannya akan tinggi hingga Lebaran," ujarnya.
Daging dan telur ayam memiliki andil terbesar dalam kelompok pengeluaran bahan makanan. Daging ayam menyumbang 0,07 persen, sementara telur ayam menyumbang 0,06 persen. Total andil kelompok bahan makanan mencapai 0,4 persen terhadap inflasi Mei 2018.
Jika tidak diantisipasi, kelompok pengeluaran pangan akan memiliki andil tinggi pada Juni 2018. Inflasi bulan ini diprediksi sebagai salah satu puncak karena bersamaan dengan hari raya Idul Fitri. Pada Lebaran tahun lalu atau Juni 2017, inflasi bulanan mencapai 0,69 persen.
Ekonom Senior Bank Mandiri Andry Asmoro berpendapat, peran pemerintah menjaga distribusi pangan, mengelola stok, dan operasi pasar cukup berdampak pada angka inflasi. Ke depan, upaya-upaya itu perlu diperkuat untuk menjaga stabilitas pangan.
Beras turun
Dosen Ilmu Ekonomi Universitas Indonesia Lana Soelistianingsih mengatakan, secara musiman, permintaan bahan pangan cenderung naik pada Ramadhan hingga Lebaran. Oleh karena itu, menjaga stok pangan pada masa ini dinilai penting.
Lana juga menyoroti tingkat inflasi komponen inti yang sebesar 0,21 persen dengan indeks senilai 124,13. Dia memaparkan, pada Ramadhan, biasanya inflasi komponen inti berkisar 0,3 persen. Angka komponen inti yang berada di bawah tren menunjukkan adanya penurunan daya beli masyarakat.
Sementara itu, beras mengalami deflasi dengan andil 0,04 persen pada Mei 2018. Harga beras medium Rp 9.190 per kilogram (kg) di tingkat penggilingan atau turun 33 persen dibandingkan April 2018. Adapun harga gabah kering panen (GKP) turun 0,04 persen jadi Rp 4.554 per kg di tingkat petani, sementara gabah kering giling (GKG) naik 0,47 persen jadi Rp 5.267 per kg. Namun, keduanya masih di atas harga pembelian pemerintah (HPP), yakni Rp 3.700 per kg GKP dan Rp 4.600 per kg GKG di petani.
Terkait rencana pemerintah menurunkan harga eceran tertinggi (HET) beras, Lana menilai, kebijakan ini akan menguntungkan konsumen, tetapi merugikan petani. "HET beras cukup diterapkan hingga Lebaran 2018 karena permintaannya tinggi. Setelah itu, kebijakan ini harus dicabut. Kalau diterapkan dalam jangka panjang, kebijakan ini menjadi kontraproduktif bagi petani," tutur Lana.