JAKARTA, KOMPAS — Data inflasi Mei 2018 yang cenderung rendah berdampak positif terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG. Perbaikan kondisi makroekonomi domestik secara berkelanjutan menjadi suntikan yang menyebabkan penguatan IHSG.
Pada penutupan perdagangan, Selasa (5/6/2018), IHSG menguat 1,23 persen atau 73,97 poin ke level 6.088,79. Posisi ini merupakan posisi tertinggi IHSG sepanjang perdagangan kemarin.
Analis Binaartha Sekuritas, Muhammad Nafan Aji Gusta, berpendapat, penguatan IHSG pada Senin-Selasa kemarin ditopang stabilitas fundamen makroekonomi yang berkesinambungan. Stabilitas ini diperkuat data inflasi Mei 2018.
”Rendahnya tingkat inflasi di periode awal Ramadhan tahun ini menandakan tingkat daya beli konsumen masih cenderung meningkat,” ujarnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilisnya, Senin (4/6), menyebutkan, inflasi Mei 2018 sebesar 0,21 persen. Angka ini merupakan yang terendah dalam periode awal Ramadhan tiga tahun terakhir. Pada awal Ramadhan 2016, inflasinya 0,66 persen, sedangkan tahun lalu 0,39 persen. Rendahnya inflasi dipicu inflasi harga pangan bergejolak yang terkendali, termasuk harga komoditas penting, seperti beras dan cabai.
Nafan mengapresiasi strategi pemerintah untuk menjaga harga pangan bergejolak. ”Setelah data inflasi, data-data lain, seperti indeks keyakinan konsumen, penjualan ritel, cadangan devisa, dan semua data, diproyeksikan lebih positif agar bisa terus menopang pertumbuhan indeks,” ujarnya.
Pada perdagangan kemarin, investor asing membukukan pembelian bersih Rp 89,16 miliar. Meski demikian, sejak awal tahun, investor asing masih membukukan penjualan bersih Rp 40,389 triliun.
Vice President Research Department PT Indosurya Bersinar Sekuritas, William Surya Wijaya, mengatakan, IHSG saat ini masih akan bergerak dalam rentang konsolidasi wajar di tengah nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat yang masih berfluktuasi.
Nilai tukar rupiah berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate kemarin sebesar Rp 13.887 per dollar AS.