JAKARTA, KOMPAS — Ada peningkatan risiko domestik yang mesti dihadapi Indonesia pada 2018. Risiko ini bisa memperlambat kinerja ekspor. Dengan kondisi itu, perekonomian RI diperkirakan tumbuh maksimal 5,2 persen pada tahun ini.
Proyeksi Bank Dunia terhadap perekonomian RI dipaparkan di Jakarta, Rabu (6/6/2018). Angka ini lebih rendah dari proyeksi sebelumnya pada Maret lalu, yakni 5,3 persen.
”Selain melihat kondisi domestik, koreksi ini kami lakukan seiring dengan perlambatan ekonomi global dan arus perdagangan yang menurun,” ujar Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Rodrigo Chaves, di Jakarta.
Bank Dunia memperkirakan, upaya proteksi yang meningkat di dunia perdagangan internasional juga bisa memperlemah kinerja ekspor Indonesia. Pertumbuhan investasi di dalam negeri diproyeksi akan mendongkrak impor sehingga memperlebar defisit transaksi berjalan.
”Kami perhitungkan defisit transaksi berjalan tidak akan melebihi 2 persen dari produk domestik bruto,” ujarnya.
Selain pelemahan kinerja perdagangan global, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi 2018 juga datang dari normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat.
Rencana kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS, The Fed, pada pertengahan Juni diperkirakan akan memicu kenaikan imbal hasil surat utang AS lebih cepat. Kenaikan ini akan memicu krisis keuangan di Argentina dan Turki.
”Dampak dari krisis keuangan negara-negara itu bisa merembet ke negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujarnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan kolaborasi antara pemerintah dan Bank Dunia untuk meringankan beban kinerja ekspor.
”Saya mengapresiasi apa yang sudah dilakukan Bank Dunia. Untuk memperbaiki kinerja ekspor, memperluas, dan mempertahankan pangsa ekspor dengan diversifikasi produk,” ujarnya.
Sementara itu, Lead Country Economist Bank Dunia untuk Indonesia Frederico Gil Sander menilai, konsumsi rumah tangga tidak melemah karena rata-rata tumbuh di kisaran 5 persen secara tahunan dalam 33 bulan terakhir. Angka ini masih sejalan dengan pertumbuhan PDB.
Kemarin, Lembaga Penjamin Simpanan menaikkan suku bunga penjaminan simpanan. Ketua Dewan Komisioner LPS Halim Alamsyah dalam konferensi pers di Jakarta mengatakan, suku bunga penjaminan simpanan dalam rupiah di bank umum menjadi 6 persen, sedangkan di badan perkreditan rakyat menjadi 8,5 persen. Adapun suku bunga penjaminan simpanan valuta asing naik 50 basis poin menjadi 1,25 persen.
”LPS mengambil kebijakan itu dengan pertimbangan utama keputusan Bank Indonesia dalam mengerek suku bunga acuan sebanyak 50 basis poin dalam sebulan terakhir menjadi 4,75 persen,” kata Halim.
Daya saing
Dalam diskusi publik bertema ”Indonesia 2030: Peluang dan Tantangan Ekonomi” yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS), kemarin, muncul dorongan untuk mempercepat peningkatan daya saing. Dengan cara itu, RI dapat memperbaiki defisit transaksi berjalan, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan menjadi negara dengan pendapatan per kapita yang lebih tinggi pada 2030.
Dewan Komisaris CSIS Mari Elka Pangestu berpendapat, daya saing, baik barang maupun jasa, di pasar ekspor dan domestik perlu ditingkatkan. Dengan cara itu, pasar Indonesia tidak dibanjiri produk impor.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengemukakan, pertumbuhan ekonomi perlu dipacu lebih tinggi untuk meningkatkan pendapatan per kapita. Oleh karena itu, kebijakan perlu diarahkan untuk memperbaiki defisit transaksi berjalan.