Masalah legalitas lahan kembali mencuat di tengah bergulirnya program nasional ekstensifikasi tambak garam industri. Ini adalah persoalan klasik di tengah ambisi menggapai swasembada garam industri mulai 2021.
Polemik status tambak garam antara lain berlangsung di kawasan Teluk Kupang, Nusa Tenggara Timur, yakni pemanfaatan tanah hak guna usaha (HGU) seluas 3.720 hektar (ha) dan tanah HGU seluas 225 ha di Bipolo dan Nunkurus, Kupang.
Melalui serangkaian rapat koordinasi di Kupang dan Jakarta, Bupati Kupang Ayub Titu Eki tetap menolak kehadiran PT Puncak Keemasan Garam Dunia untuk mengelola HGU di Teluk Kupang menjadi tambak garam. Perusahaan itu mengakuisisi lahan HGU PT Panggung Guna Ganda Semesta (PGGS) seluas 3.720 ha. Pemanfaatan HGU di Bipolo dan Nunkurus seluas 225 ha akhirnya disepakati untuk dikelola PT Garam.
PGGS memperoleh HGU di Teluk Kupang berdasarkan sertifikat HGU Nomor 6 Tahun 1992 yang diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional Kupang pada tanggal 2 November 1992. Legalitas HGU itu kini dipersoalkan pemkab Kupang, karena lahan yang dibiarkan terlantar selama hampir 26 tahun seharusnya diambil alih negara.
Pemerintah Kabupaten Kupang mengantongi nama sejumlah investor yang siap mengelola lahan HGU tersebut menjadi tambak garam industri. Ada empat perusahaan yang digandeng, antara lain BUMN PT Garam (Persero) serta swasta yakni PT Garam Industri Nasional, PT Timor Life Stock Lestari, dan PT Sumatraco Langgeng Makmur. Perusahaan-perusahaan itu wajib berkontribusi 10 persen dari pendapatan ke daerah.
Kepastian lahan untuk tambak garam industri menjadi isu mendasar di tengah komitmen negara mengurangi ketergantungan impor bahan baku garam industri. Dari luas HGU 3.720 ha, misalnya, produksi garam industri ditaksir bisa menembus 400.000 ton per tahun.
Setiap tahun, Indonesia mengimpor rata-rata 3 juta ton garam industri karena tambak garam rakyat dinilai belum mampu menghasilkan garam kualitas industri. Pada 2018, kuota impor garam melonjak menjadi 3,7 juta ton dengan alasan kebutuhan garam industri meningkat. Tak dipungkiri, impor garam industri yang deras menuai penyalahgunaan garam industri untuk kebutuhan konsumsi.
Kasus rembesan garam industri impor terus berlangsung dalam beberapa tahun terakhir. Pengendalian dan pengawasan impor garam yang masih minim akan terus memunculkan peluang penyalahgunaan dan perembesan garam industri menjadi garam konsumsi.
Keberpihakan pemerintah untuk membangkitkan garam industri dinantikan. Energi bangsa akan habis dan terkuras jika polemik lahan dibiarkan berlarut-larut dan menghambat ambisi besar swasembada garam industri.
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, potensi perluasan lahan untuk garam industri mencapai 40.000 ha. Namun, perluasan butuh waktu, terutama untuk legalisasi lahan. Saat ini, sebanyak 10.000 ha lahan sedang dalam proses pembebasan, sedangkan beberapa di antaranya mulai digarap.
Komitmen Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional kini dinanti untuk mempercepat penyelesaian masalah klasik legalitas lahan. Harapannya, polemik pemerintah pusat, daerah dan masyarakat dapat segera diakhiri. Selanjutnya, fokus diaragkan pada percepatan produksi garam berkualitas baik.