JEMBER, KOMPAS - Negara diharapkan memberi subsidi kepada pelaku usaha produk halal. Hal itu agar para pengusaha, terutama pengusaha mikro, kecil, dan menengah, tidak terbebani biaya sertifikasi yang tinggi.
Sesuai ketentuan Pasal 67 UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, pelaku usaha wajib melakukan sertifikasi halal selambat-lambatnya 17 Oktober 2019. Namun, kendalanya tidak semua pelaku usaha, terutama usaha mikro, kecil, dan menengah, mampu melakukan karena biaya sertifikasi besar.
Dorongan agar negara memberikan subsidi kepada pelaku usaha dalam pembuatan sertifikasi halal mengemuka dalam Sidang Promosi Doktor Ikhsan Abdullah di Fakultas Hukum Universitas Jember, Rabu (7/6/2018).
Dalam sidang, Ikhsan yang mempertahankan disertasi berjudul ”Tanggung Jawab Negara terhadap Kewajiban Sertifikasi Halal dalam Sistem Hukum Indonesia” mendapat nilai amat memuaskan dengan nilai indeks prestasi kumulatif 3,7.
”Apabila mewajibkan sertifikasi halal pada semua produk yang beredar, artinya negara mengatur dan membebankan kewajiban bagi warga negara. Karena itu, negara berkewajiban memberi subsidi kepada pelaku usaha,” ujarnya.
Saat ini, sertifikasi halal bagi produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia sifatnya masih sukarela. Namun, berdasarkan UU Jaminan Produk Halal, sifatnya berubah menjadi wajib. Pelaku usaha yang tidak melakukan sertifikasi halal dapat dikenai sanksi berupa denda dan hukuman pidana.
Iksan menilai, bantuan subsidi bagi pelaku usaha harus dilakukan negara. Apabila tidak dilakukan, UU itu terancam tidak berjalan dengan baik.
”Kalau pelaku usaha kecil tidak mendapat bantuan, akan terjadi pelanggaran yang masif. Bagi perusahaan besar, membayar sertifikasi halal itu mudah. Tapi bagi pelaku usaha kecil, itu sangat membebani,” ujar Ikhsan, advokat sekaligus pendiri lembaga Advokasi Halal Indonesia, Halal Watch.
Iksan mencontohkan, Pemerintah Taiwan memberi bantuan 40.000 NTD (Rp 44 juta) per tahun per pengusaha yang menyertifikasi produk halal. Di Korea Selatan, negara memberikan 80.000 won (Rp 80 juta) per tahun per pengusaha.
”Di Indonesia, pemerintah tak perlu memberi bantuan uang. Hanya perlu menetapkan aturan biaya sertifikasi,” katanya.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember Dr Nurul Ghufron mengapresiasi gagasan Ikhsan. Karena itu, pemerintah perlu menetapkan biaya sertifikasi bagi tiap kategori pelaku usaha.
Salah satu yang telah mendaftarkan produk dengan sertifikasi halal adalah Mat Hosen. Pelaku UMKM kopi itu dibantu Pemkab Bondowoso dalam mendapatkan sertifikasi halal.