JAKARTA, KOMPAS – Penetrasi produk asuransi terhadap generasi milenial meningkat seiring dengan pemanfaatan platform digital. Namun, perusahaan asuransi perlu memastikan nasabah memahami manfaat dan risiko dari produk asuransi untuk menghindari potensi terjadinya sengketa di kemudian hari.
Chief Marketing Officer Jagadiri, Yuda Wirawan, menyebutkan, dibandingkan dengan asuransi konvensional yang masih mengandalkan agen untuk mendaftar, asuransi digital memang tidak perlu proses panjang dan berbelit.
“Calon nasabah hanya perlu mengunjungi laman, lalu asuransi yang relevan. Pembayaran bisa dilakukan menggunakan kartu debit maupun kredit, bisa juga bayar ke Alfamart. Jadi, orang enggak perlu ke mana-mana,” ujarnya di Jakarta, Kamis (7/6/2018).
Saat ini, nasabah asuransi digital Jagadiri sekitar 12.000 nasabah, yang 58 persennya berusia 21-35 tahun, 34 persen berusia 36-50 tahun, dan 8 persen berusia di atas 50 tahun. Jagadiri merupakan unit bisnis asuransi dari PT Central Asia Financial yang mendapat izin beroperasi dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sejak 13 Maret 2013.
Akan tetapi, tambah Yuda, kemudahan transaksi untuk membeli produk asuransi membuat calon nasabah tidak terlalu memerhatikan isi dari perjanjian polis asuransi. Hal ini dapat berimbas pada terjadinya perselisihan pemahaman antara nasabah dan perusahaan asuransi di kemudian hari.
CEO Central Asia Financial, Reginald J Hamdani, menambahkan, selama triwulan I-2018, ada peningkatan akses informasi produk asuransi Jagadiri sebesar 124 persen dibandingkan dengan triwulan I-2017. Lebih dari separuh pengakses informasi merupakan generasi milenial. Hal ini dipicu penjualan produk asuransi secara daring melalui platform digital
“Generasi milinial sangat dekat dan akrab dengan internet. Melalui edukasi terus-menerus, kami yakin tren asuransi digital akan makin berkembang dan tentunya dominasi nasabah oleh kaum milenial,” ujarnya.
Secara terpisah, Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Sarjito mengatakan, OJK mendorong seluruh perusahaan asuransi untuk secara komprehensif dan transparan memberikan informasi terkait produk dan layanan dalam perjanjian polis asuransi.
Dari total pengaduan masyarakat ke OJK sepanjang 2013-2018, paling banyak terkait layanan perbankan sebesar 53,3 persen, disusul perasuransian (25,8 persen), lembaga pembiayaan (12,7 persen), pasar modal (3 persen), dan dana pensiun (1,3 persen)
Secara rinci, aduan terkait transparansi yang paling dominan adalah produk atau layanan dianggap tidak sesuai dengan penawaran di awal, yaitu mencapai 228 aduan. Kemudian, restrukturisasi kredit atau pembiayaan sebanyak 82 aduan, pencairan atau klaim asuransi 75 aduan, kesulitan klaim 71 aduan, dan permasalahan agunan atau jaminan 43 aduan.
“Masih banyak masyarakat yang menggunakan produk atau layanan keuangan tanpa memahami manfaat dan risikonya,” ujarnya.
Pihaknya kemudian melakukan verifikasi atas seluruh aduan masyarakat yang diterima. Setelah verifikasi, OJK akan memeriksa apakah ada pelanggaran dengan ketentuan OJK, Undang-Undang atau hukum yang berlaku. Sanksi hanya akan diberikan bila ditemukan pelanggaran dalam proses pemeriksaan.